Tugas
Respoonding Paper Agama Buddha
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas pada Matakuliah Agama Budha
Oleh
:
WASLAN
ABDUL CHOLIK
1111032100013
JURUSAN PERBANDINGAN
AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN
FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKART
2013
Respoonding
Paper 1
Riwayat
Sidharta Gautama
1.
A. Kehidupan
Sang Buddha
·
Kelahiran
Bodhisattva
Di Jambudvipa (sekarang India), dinegara Sakhya di india Utara
bernama kerajaan Kapilavastu, terletak disungai Rapti (sungai Rohini), di
daerah dekat pegunungan Himalaya, diperintah oleh seorang Raja bernama
Suddhodana dengan permaisurinya Ratu Maya Dewi (Dewi Mahayama). Setelah dua puluh
tahun perkawinan, mereka belum juga dikaruniai seorang putra. Ketika ia
mendapat tanda- tanda melalui mimpinya lalu Ratu mengandung sampai lahirlah
Sidharta Gautama.
Sehingga seisi alaam menyambutnya dengan suka cita karena telah
lahir seorang Bodhisattva yang pada nantinya dia akan menjadi pemimpin alam semesta, gurunya para
dewa dan manusia, mencapai Samyak Sam Buddha untuk mengakhiri
penderitaan manusia dialam samsara ini.[1]
1.
Upacara
Pemberian Nama
Seorang petapa
bernama Asita (yang juga disebut Kala Devala) sewaktu bermeditasi di pegunungan
Himalaya, diberitahukan oleh para dewa dari alam Tavatimsa bahwa seorang bayi telah lahir yang kelak akan menjadi
Buddha. Pada hari itu juga pertapa Asita berkunjung ke Istana Raja Suddhodana
untuk melihat Bayi tersebut.
Setelah melihat sang bayi dan memperhatikan adanya 32 tanda dari
seorang Mahapurisa (orang besar ), petapa Asita memberi hormat kepada sang bayi
yang kemudian diikuti juga oleh Raja
Suddhodana. Setelah memberi
hormat Asita tertawa gembira tetapi kemudian lalu menangis.[2]
Petapa Asita tertawa karena pada suatu hari nanti pangeran akan
mencapai kesempurnaan (Buddha), sempurna dalam kebijaksanaan maupun kewajiban,
menjadi Guru para Dewa dan manusia. kemudian Asita menangis karena usianya yang
telah lanjut dan tidak mempunyai kesempatan lagi untuk melihat dan mendengarkan
pada saat pangeran mencapai kesempurnaan (Buddha) dan menjadi juru selamat
dunia dengan mengajarkan Buddha Dharma. Kemudian dia berlutut dan menghormati
kepada pangeran dan tanpa disadari di ikuti oleh Raja Suddhodana.[3]
Selanjutnya petapa Asita mengatakan, bahwa pangeran kecil itu kelak
tidak boleh melihat empat peristiwa, yaitu:
1.
Orang
Tua
2.
Orang
Sakit
3.
Orang
Mati
4.
Pertapa
Suci
Kalau pangeran itu melihat
empat peristiwa tersebut, maka beliau segera akan meninggalkan istana dan
bertapa untuk menjadi Buddha.
Lima hari setelah lahirnya bayi, Raja suddhodana memanggil sanak
keluarganya berkumpul., bersama-sama dengan 108 orang Brahmana untuk merayakan
kelahiran anak pertamanya dan juga untuk memilih nama baik. Nama yang kemudian
dipilih adalah Siddharta Gautama, Siddharta yang berarti “tercapailah segala
cita-citanya” dan Gautama adalah nama keluarganya.[4]
2.
Wafatnya
Ratu Maha Maya
Pada hari ke tujuh setelah
melahiran pangeran Sidharta, Ratu Maha Maya wafat, dan adiknya Maha
Pajapati Gotami yang juga Istri raja Suddhhodana menggantikan posisi Ratu Maha
Maya sebagai Ratu sekaligus Ibu bagi pangeran kecil. Dari hubungan Raja
Suddhodana dengan Maha Pajapati Gotami melahirkan seorang pangeran bernama
Nanda dan seorang putri bernama Sundari Nanda (Rupananda). Maha Pajapati Gotami
merawat pangeran Siddharta seperti merawat putranya sendiri pangeran Nanda.
Pangeran Nanda sendiri lahir beberapa hari setelah pangeran Siddharta lahir.
Setelah Ratu Maha Maya wafat ia dilahirkan menjadi seorang putra dewa dengan
nama Mayadevaputta (Santusita) di surga Tusita.[5]
3.
Masa
Kecil, Masa Reamaja dan Pernikahan Pangeran
Pada suatu hari, Raja dan
pangeran kecil disertai para pengasuh dan pembesar Istana berjalan pergi
kesawah untuk merayakan perayaan membajak sawah. Pangeran diletakkan dibawah
sebuah pohon besar yang rimbun. Kemudian para pengasuh pergi untuk melihat jalannya
upacara. Sewaktu ditinggalkan seorang diri, pangeran kecil itu lalu duduk
ber-Meditasi dalam keretanya, saat itu umurnya baru kira-kira lima Tahun.[6]
Pada umur 12 tahun, pangeran sidharta telah menguasi berbagai ilmu
pengetahuan, ilmu taktik perang, sejarah, dan
pancavidya, yaitu: sabda (bahasa dan sastra); silpakarmasthana (ilmu dan
matematika); cikitsa (ramuan
obat-obatan); hatri (logoka); adhyatma (filsafat agama). Dia juga menguasai
Catur Veda rgveda(lagu-lagu pujian keagamaan): yajurveda (pujian untuk upacara
sembahyang); athavarveda(mantra)
4.
Melihat
Empat Peristiwa
Pangeran tidak bahagia dengan cara hidup yang dianggap seperti
orang tawanan dan terpisah sama sekali dari dunia luar.
Pada suatu hari pangeran mengunjungi Ayahnya dan berkata “Ayah,
perkenankanlah aku berjalan-jalan keluar istana untuk melihat tata cara kehidupan
penduduk yang kelak akan ku perintah”.
Karena permohonan ini wajar, maka Raja memberikan izin. tetapi sebelumnya kata Raja,
aku harus membuat persiapan sehingga
segala sesuatunya baik dan patut untuk menerima kedatangan anakku yang baik.[7]
Sekalipun sang raja sudah memerintahkan agar seluruh jalan yang
akan dilalui putranya itu harus dibersihkan dari segala hal yang tidak
menyenangkan namun dalam perjalanan itu Siddharta melihat seorang yang sudah
tua sekali. (menurut dongeng nya orang ini adalah penjelmaan Dewa Brahma, yang
dengan sengaja menampakkan hal itu, karena sekarang sudah waktunya Siddharta
meninggalkan kemewahan). Pandangan ini mengejutkan Siddharta.[8]pangeran terkesan sekali, karena hal ini baru pertama kali
dilihatnya.
Ketika pangeran melihat begitu indah seluruh ruangan di Istana,
maka pangeran sejenak keluar dari istana ketika melihat hal-hal yang aneh
seperti melihat orang mati, orang yang sudah tua, wabah penyakit dan hal yang
diluar Istana maka atas keterangan
Channa ia tahu bahwa segala makhluk kelak akan menjadi tua seperti orang tua
itu. Dengan wajah yang muram sekali Siddharta kembali keistana .[9]
Pangeran kemudian memohon kembali kepada ayahnya untuk
diperkenankan untuk ke luar istana lagi untuk berwisata ke taman Lumbini. Raja
tidak memiliki alasan apapun untuk menolak permohonan santun Putranya itu.
Ditemani oleh Channa, pangeran menuju taman Lumbini. Sehingga tak sengaja
bertemu petapa suci itu yang sebagaimana meninggalkan duniawi, dan kemudian
sang pangeran tak lama berbicara kepada petama itu sehingga dia menemukan
penerangan.
A.
Sang
Budha Mendapatkan Penerangan Tertinggi
1.
Pangeran
siddharta Meninggalkan istana
Untuk menyambut kelahiran cucunya, Raja menyelenggarakan satu pesta
yang besar dan meriah. Pangeran yang baru saja kembali dari perjalanannya,
tampak bahagia dibandingkan perjalanan sebelumnya. Ia berbahagia karena
mengetahui bahwa cara untuk mencapai kebahagiaan sejati adalah dengan
melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.
Semua itu terjadi sama seperti yang sudah diramalkan oleh seorang
Brahmana pada waktu kelahiran Siddharta, yaitu bahwa putra Raja ini kelak akan
menjdi Buddha, dan bahwa hal itu akan dimulai setelah putra raja melihat empat
tanda : orang tua, orang sakit, orang mati dan pertapa.[10]
Perjalanan diteruskan melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya,
Malla dan kemudian dengan satu kali loncatan menyebrangi sungai Anoma. Pangeran
turun dari kuda, mencopot semua perhiasannya dan memberikannya kepada Channa,
mencukur kumisnya, memotong rambut dikepalanya dengan pedang dan melemparkannya
ke udara. Rambut yang tersisa sepanjang dua anguli (dua inci) semasa hidupnya
tetap sepanjang itu dan tidak tumbuh lagi.
2.
Penerangan
Agung
Pangeran kemudian bermukim di tempat itu selama tujuh hari tujuh
malam. Selanjutnya ia menuju Rajagraha ibu kota kerajaan Magadha, di dekat kota
itu ia belajar pada dua orang Brahmana yaitu ‘Alara Kelama dan ‘Udnaka
Ramaputra’. Tetapi pelajaran agama yang diterimanya tidak memuaskan hatinya. Ia
lalu masuk ke dalam hutang Uruwela dan menatap di situ untuk bertapa. Kemudian
menjadi terkenallah ia sebagai petapa suci sehingga ia di ikuti oleh lima orang
muridnya yaitu Kondana, Bodiya, Wappa, Mahanama dan Asaji.
Ia memilih tempat untuk bermeditasi dibawah pohon Bodhi ( latin :
Ficus Religosa). Ditempat itulah pertapa Gotama duduk bermeditasi dengan wajah
menghadap ketimur dengan tekad yang bulat. Ia kemudian berkata dalam hati:
Dengan disaksikan oleh bumi meskipun kulitku urat-uratku dan
tulang-tulangku akan musnah dan darahku habis menguap, aku bertekad untuk tidak
bangun dari tempat ini sebelum memperoleh penerangan agung. Dan mencapai
Nibbana.[11]
Kemudian setelah tujuh minggu menetap dengan tujuh kali bergesar
tempat di sekeliling pohon Boddhi, maka hari terakhir dari peristiwa-peristiwa
yang suci itu, datanglah dua saudara Tapasuta dan Bhaluka yang terpesona
melihat wajah sang Buddha. Keduanya lalu memepersembahkan nasi. Jajan dan madu
serta memohon menjadi pengikut Buddha yang pertama.
B.
Sang
Budha Mengajarkan Dharma
Setelah itu sang Buddha masih ragu-ragu untuk menyampaikan darmanya
kepada orang lain, karena Dharmanya hanya dapat diterima orang arif bijaksana.
Jadi kepada siapakah dharma itu harus diajarkan, kepada bekas gurunya, mereka
sudah mati, kepada bekas muridnya barangkali, maka ia pergi ke Banares untuk
menemukan murid-muridnya. Pada mulanya para murid itu ragu, tetapi setelah
melihat keagungan Buddha maka kelima muridnya bersedia kembali mengikuti
ajarannya. Kepada mereka lalu diajarkan empat kesunyataan itu.
Peristiwa-peristiwa tersebut diatas sangat penting dalam agama
Buddha, yang disebut “Dharmma Cakra Pravantana Sutra”, yaitu “pemutaran roda
dharmma” yang selalu diperingati oleh para penganut agama Buddha. Begitu juga
taman isi patana di Benares yang merupakan tempat asal mula kelahirana ajaran
Buddha dan Sangha, apar pemula penganut ajaran Buddha, merupakan tempat suci
bagi umat Buddha. Sejak peristiwa pemutaran Rodha dharma tersebut mulailah
siddharta Goutama yang telah menjadi Buddha itu, menyebarkan ajaran diseluruh
India mulai dari kota Rajagraha yang berpokok pada empat kebijakan kebenaran
Selama 45 tahun lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajaran, sehingga
dari sekitar 60 orang anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya,
pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di kusiwara yang letaknya sekitar 180
KM dari kota Banares. Ia meninggal tanpa petunjuk siapa yang menjadi penerus,
sehingga di kemudian hari ajaran terpecah menjadi dua golongan yaitu
Teravadha ( Hinayana ) dan Mahasangika
(Mahayana).
2.
Pengertian
Buddha, Dharma, Triratna
·
Pengertian
Buddha
Buddha berasal dari bahasa sansekerta budh berarti menjadi sadar, kesadaran
sepenuhnya; bijaksana, dikenal, diketahui, mengamati dan mematuhi. (Arthur
Antony Macdonell, practical Sanskrit Dictionary, Oxford University Press,
London, 1965).
Tegasnya Buddha adalah seseorang yang telah mencapai penerangan
atau pencerahan sempurna dan sadar akan kebenaran kosmos serta alam semesta.
“Hyang Buddha’’ adalah seorang yang telah mencapai penerangan luhur, cakap dan
bijak menuaikan karya-karya kebajikan dan memperoleh kebijkasanaan kebenaran
mengenai nirvana serta mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau
keselamatan kepada dunia semesta sebelum parinirvana.
Hyang Buddha yang berdasarkan sejarah bernama Shakyamuni pendir
Agama Buddha. Hyang Buddha yang berdasarkan waktu kosmik[12] ada banyak sekali dimulai dari Dipankara Buddha.[13]
·
Pengertian
Dharma
Hukum kebenaran, Agama, hal, hal-hal apa saja mengenai agama
Buddha. Berhubungan dengan ajaran agama Buddha sebagai agama yang sempurna.
Dharma mengandung 4 (empat) makna utama:
1.
Doktrin
2.
Hak,
keadilan, kebenaran
3.
Kondisi
4.
Barang
yang kelihatan atau phenomena
Buddha Dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat
kehidupan berdasarkan pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari
kesesatan atau kegelapan batin dan
unsure-unsur agama, kebaktian, filosofis, psikologi, falsafah, kebatinan,
metafisika, tata susial, etika dan sebagianya.
·
Triratna
Seorang telah menjadi umat Buddha bila ia menerima dan mengucapkan
Triratna (Skt) atau tiga mustika (Ind) yang berarti Buddha,
Pengakuan pada Dharma berarti mempercayai kebenaran hukum-hukumnya
dengan kewajiban menjalankan dasar-dasar ajaran kelepasan hidup serta
peraturan-peraturan lainnya. Dasar-dasar ajaran kelepasan tersebut adalah yang
disebut Arya- satyami (Arya: utama Satyami : kebenaran yang terdiri dari 4
kenyataan hidup sebagai berikut:
1)
Bahwa
dalam kehidupan di dunia ini penuh dengan hal-hal yang menyedihkan dan
kesengsaraan, maka disimpulkan bahwa hidup itu menderita.
2)
Bahwa
manusia berada oleh karena mempunyai nafsu keinginan untuk berada (hidup).
Keadaan hidupnya itu adalah penderitaan karena terikat oleh samsara (menjelma
berkali-kali).
3)
Jika
tidak lagi punya nafsu keiginan: maka penderitaan samsara dapat dihilangkan
yaitu dengan memadamkan nafsu keinginan tersebut (tresna).
4)
Cara
menghilangkan nafsu keinginan itu ialah melakukan 8 jalan kebenaran (disebut
dengan Astavidha), sebaliknya.
3.
Pengertian
Sadha dan Panca Sadha(Keyakinan)
a.
Kata
Saddha adalah sebutan dalam bahasa Pali atau sradha sebutan dalam bahasa
sansekerta.
Arti
kata Saddha atau Sradha ialah keyakinan atau kepercayaan-Benar
(confident).
b.
Dalam
ajaran agama Buddha, sesungguhnya menekankan suatu kepercayaan yang ditimbulkan
oeh suatu yang nyata. Inilah yang disebut dengan Saddha. Atau dapat diartikan
sebagai keyakinan yang telah mencakup pengertian percaya di dalamnya.
Jadi
kata Saddha itu, dapat juga diartikan sebagai:
1)
keyakinan
2)
kepercayaan-Benar
3)
keimanan
dalam Bakti
c.
saddha
bukanlah suatu kepercayaan yang membuta, melainkan suatu kepercayaan yang
dimiliki para siswa dalam sekolah menengah, dimana siswa-siswa yakin akan
adanya atom dan molekul. Tetapi mereka tidak dapat membuktikannya. Mereka
terima itu karena percaya pada para sarjana yang menguraikannya. Tetapi
kepercayaan uni tidak dapat disebut kepercayaan membuta. Saddha Mengandung
Tiga Unsur
Salah seorang pujangga Buddhis yang terkemuka, yang hidup abad ke
IV bernama Asanga dan telah mengatakan bahwa Saddha itu mengandung tiga unsure
yaitu:
1)
keyakinan
kuat terhadap sesuatu hal.
2)
Kegembiraan
mendalam terhadap sifat-sifat yang baik.
3)
Harapan
memperoleh sesuatu di kemudian hari
.
·
Bhodisatwa
dan arahat
Secara harfiah Bhodisatwa berarti orang yang hakikat atau tabiatnya
adalah bodhi (hikmat) yang sempurna. Sebelum Mahayana timbul, penegrtian
Bhodisatwa sudah dikenal juga, dan dikenalkan juga kepada Buddha Gautama,
sebelum ia menjadi Buddha. Disitu Bodhisatwa adalah orang yang sedang dalam
perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu orang yang akan menjadi
Buddha. Jadi semula Bhodisatwa adalah sebuah gelar bagi tokoh yang ditetapkan
untuk menjadi Buddha. Didalam Mahayana Bhodisatwa adalah orang yang sudah melepaskan
dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan
menjadi masak pada diri orang lain. Seorang Bhodisatwa bukan hanya merenungkan
kesengsaraan dunia saja melainkan juga turut merasakannya dengan berat. Oleh
karenanya sudah mengambil keputusan
untuk mempergunakan segala aktivitasnya sekarang dan kelak guna keselamatan
dunia. Karena kasihnya pada dunia maka segala kebajikannya dipergunakan untuk
menolong orang lain.
Cita-cita tertinggi di dalam Mahayana ialah untuk menjadi Bhodisatwa.
Cita-cita ini berlainan sekali dengan cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi
arhat, yaitu orang yang sudah berhenti keinginanya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak
ditaklukan lagi pada kelahiran tumimbal kembali. Seorang arhat hanya memikirkan
kelepasan diri sendiri[14]
Respoonding
Paper 2
KeyakinanTerhadap
Hukum Kesunyatan
A.
Pengertian
Hukum Kesunyatan
Hukum
Kesunyatan berarti hukum abadi yang berlaku dimana-mana, mengatasi waktu dan
tempat serta keadaan. Ini berarti bahwa hukum kesunyataan bersifat kekal dan
abadi sepanjang masa yang berlaku di semua tempat, didalam semua
keadaan/kondisi di setiap waktu.
Hukum
kesunyataan berbeda denga hukum yang di buat oleh manusia. Karena hukum yang
dibuat oleh manusia sifatnya tidak kekal dan tidak dapat mengatasi waktu,
tempat dan keadaan. Jadi berbeda sekali dengan hukum kesunyataan yang dibuat
oleh sesuatu yang kekal dan abadi yaitu Sanghyang Adi Buddha.
B.
Cattur
Arya Saccani (Empat Kebenaran Mulia)
Untuk
mengetahui dan mengerti mengenai Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan
/Empat Kebenaran mulia secara singkatnya.
1.
Kesunyataa
tentang Dukkha (Dukkha Ariya-Sacca)
2.
Kesunyataan
tentang Asal-Mula Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya-Sacca)
3.
Kesunyataan
tentang Lenyapnya Dukkha (Dukkhanirodha Ariya-Sacca)
4.
Kesunyataan
tentang Jalan Berakhirnya Dukkha
(Dukkhanirodhagaminipatipda Ariya-Sacca)
C.
Hukum
Karma dan Tumimbar Lahir
Kamma adalah term atau kata dalam bahasa Pali, yang mempunyai arti
semua jenis kehendak atau maksud (action or doing) perbuatan, Dalam bahasa
Sansakerta Karma.
Dalam
Kitab Suci Anguttara Nikaya III halaman 415 :
“I declare, O Bihkkus, that volution
(cetana) is Kamma, Having willed one that acts by body, speech and
thought.” [ Oh para siswa,
kehendak
untuk berbuat (cetana) itulah yang Kami sebut Kamma. Sesudah berkehendak
lalu orang berbuat dengan badan, ucapan dan pikiran.
Semua perbuatan akan menimbulkan akibat dan akibat ini akan menjadi
sebab atas akibat yang lain dan demikian seterusnya, sehingga Kamma sering juga
disebut sebagai hukum sebab-akibat (kausalitas). Semua perbuatan akan
menimbulkan akibat dan akibat ini akan menjadi sebab atas akibat yang lain dan
demikian seterusnya, sehingga Kamma sering juga disebut sebagai hukum
sebab-akibat (kausalitas).
Menurut ajaran Buddha, ada 3 macam penyebab dari perbuatan yaitu :
a.
Loba
(keserakahan)
b.
Dosa
(kebencian) dan
c.
Moha
(kebodohan
D.
Tilakhana
(Tiga Corak Umum;anicca,dukkha,anatta)
Tilakhana (tri-laksana) artinya Tiga Sifat Universal atau Tiga
Corak Umum dari alam fenomena dan ini termasuk
Hukum Kesunyataan.
Ada tiga Tilakhana :anicca, dukkha, anatta Kata Anicca berarti
tidak kekal, yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini terus menerus
mengalami perubahan.
Uppada à thiti à bhanga (timbul) (berlangsung)(berakhir/lenyap) Dukkha adalah penderitaan, merupakan
corak yang khas dari semua kehidupan (samsara) yaitu tentang
ketidaksempuranaan. Semua bentuk yang mewujud adalah tidak sempurna.
Buddha Gotama memformulasikan tentang Dukkha ini, kelahiran
merupakan dukkha, kesakitan dan kematian adalah dukkha, berkumpul dengan
sesuatu yang tidak disenangi adalah dukkha, gagal dalam sesuatu yang
dicita-citakan adalah dukkha, singkatnya kelima kelompok kehidupan jasmani dan
rohani yang disebut Pancakkhandha.
Agama Buddha tentang pengertian dari Anatta yaitu tanpa-aku atau
tidak ada suatu subtansi. Arti lainnya adalah bahwa segala sesuatu tidak
mempunyai inti yang kekal abadi, atau tidak adanya existensi pribadi.
Setidaknya anatta di terangkan dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu :
·
Tidak
terlalu mementingkan diri sendiri.
·
Kita
tidak dapat memerintah siapa dan apa saja, termasuk tubuh-jasmani dan pikiran
kita supaya tetap seperti yang kita inginkan.
·
Bila
tingkatan pengetahuan tinggi dicapai dan memperaktekan akan mengetahui dan
menemukan bahwa jasmani dan batinnya sendiri adalah tanpa “aku”, atau tanpa
pribadi.
Respoonding
Paper 3
Keyakinan
Terhadap Kitab Suci (Tripitaka)
A.
Pengertian
Tripitaka Dan Sejarah Perkembangan
Ajaran
agama Buddha bersumber pada kitab Tripitaka yang merupakan kumpulan khotbah,
keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan sang Buddha
dengan para siswa dan pengikutnya. Dengan demikian, isi kitab tersebut semuanya
tidak hanya berasal dari kata-kata sang Buddha sendiri melainkan juga kata-kata
dan komentar-komentar dari para siswanya.
Beberapa minggu setelah Buddha wafat, seorang Bikkhu
tua yang tidak disiplin mengatakan perkataan yang membuat Maha Kasapa Thera
memutusakan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha. Dengan
bantuan Ajasattu dari Magadha, 500 orang Arahat berkumpul guna mengumpulkan
ajaran Sang Buddha yang telah dbabarkan dan berusaha menyusunnya secara
sistematis. Yang Ariya Ananda, siswa terdekat Buddha, dipercaya mengulang
kembali khutbah-khutbah Buddhadan Yang Ariya Upali mengulang Vinaya
(peraturan-peraturan).
Pada Pesamuan Agung yang pertama, seluruh ajaran
Buddha dikumpulkan namun baru disampaikan dari generasi ke generasi. Pesamuan
Agung kedua dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali, dimana isi kitab itu
diucapkan ulang oleh 700 orang Arahat. Pesamuan Agung ketiga diadakan di
Pattaliputa abad ketiga sesudah sang Buddha Wafat dengan pemerintahan di bawah
kaisar Asoka Wardhana yang memeluk Buddha yang mempunyai pengaruh dalam
penyebaran Dhamma. Pesamuan Agung ke-4 diadakan di Aluvihara (Sri Lanka) di
bawah lindungan Raja Vattagamani Abhaya abad ke-enam sesudah Buddha wafat. Pada
saat inilah kitab suci Tripitaka dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuannya
adalah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya. Pesamuan Agung ke-5
diadakan di Mandalay (Burma) pada permulaan abad 25 sesudah Buddha wafat.
Dengan bantuan Rajan Mindon dimana kitab ini diprasastikan 727 buah lempengan
marmer di dekat bukit Manadalay. Pesamuan Agung ke-6 diadakan di Rangoon dimana
sejak saat itu dilakukan penerjemahan ke dalam beberapa bahasa barat.
B.
Vinaya
Pitaka, Sutta Pitaka, Abidhama Pitaka Dan Bagian-Bagianya
Vinaya
Pittaka adalah bagian pertama dari tiga bagian Tripitaka, terdiri dengan
peraturan-peraturan bagi para Bikkhu/ni yang terdiri dari:
-
Sutta
Vibhanga
Bhikku Vibhanga berisi 227 peraturan, mencakup 8 jenis pelanggaran,
4 di antaranya menyebabkan dikeluarkannya bikkhu dari Sangha seumur hidup.
Keempat hal tersebut; berhubungan seks, mencuri, membunuh/merencanakannya pada
manusia, dan berbohong telah mencapai kesucian.
-
Khandhaka
Terdiri dari
kitab Mahavagga (peraturan-peraturan) uraian tentang upacara pentahbisan Bikkhu
dan sebagainya. Kitab Culavagga (peraturan-peraturan) untuk menangani
pelanggaran-pelanggaran.
-
Parivara
Ialah
ringkasan pengelompokkan peraturan-peraturan Vinaya disusun kembali dalam
bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.
Sutta Pitaka Adalah bagian kedua dari tiga bagian Tipitaka, yang terdiri lebih
dari 10.000 sutta (ajaran) berisi khotbah-khotbah, dalog dan tanya jawab Buddha
Gautama dengan para siswa, petapa, maupun orang lain.
Kitab ini terdiri atas
lima 'kumpulan' (nikaya) atau buku, yaitu:
- Dighanikaya, Dighanikaya terdiri dari 34 sutra panjang terbagi menjadi tiga vagga :
Sîlakkhandhavagga, Mahavagga dan Patikavagga.
- Majjhimanikaya, merupakan buku kedua dari SuttaPitaka
yang memuat kotbah-kotbah menengah..
- Angutaranikaya, merupakan
buku ketiga dari SuttaPitaka, yang terbagi atas sebelas nipata (bagian) dan
meliputi 9.557 sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk
memudahkan pengingatan.
- Samyuttanikaya, merupakan
buku keempat dari SuttaPitaka yang terdiri atas 7.762 sutta. Buku ini dibagi
menjadi lima vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta.
- Khuddakanikaya, terdiri atas 15 kitab.
a. Khuddakapatha, berisi empat teks: Saranattaya,
Dasasikkhapada, Dvattimsakara, Kumarapañha, dan lima sutta : Mangala, Ratana,
Tirokudda, Nidhikanda dan MettaSutta.
b. Dhammapada, terdiri
atas 423 syair yang dibagi menjadi dua puluh enam vagga. Kitab ini telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia.
c. Udana, merupakan
kumpulan delapan puluh sutta, yang terbagi menjadi delapan vagga. Kitab ini
memuat ucapan-ucapan Sang Buddha yang disabdakan pada berbagai kesempatan.
d. Itivuttaka, berisi
110 sutta, yang masing-masing dimulai dengan kata-kata : vuttamhetambhagava
(demikianlah sabda Sang Bhagava).
e. SuttaNipata, terdiri
atas lima vagga : Uraga, Cûla, Maha, Atthaka dan ParayanaVagga. Empat vagga
pertama terdiri atas 54 prosa berirama, sedang vagga kelima terdiri atas enam
belas sutta.
f. Vimanavatthu, menerangkan
keagungan dari bermacam-macam alam deva, yang diperoleh melalui
perbuatan-perbuatan berjasa.
g. Petavatthu, merupakan
kumpulan cerita mengenai orang-orang yang lahir di alam Peta akibat dari
perbuatan-perbuatan tidak baik.
h. Theragatha, kumpulan
syair-syair, yang disusun oleh para Thera semasa hidup Sang Buddha. Beberapa
syair berisi riwayat hidup para Thera, sedang lainnya berisi pujian yang
diucapkan oleh para Thera atas Pembebasan yang telah dicapai.
i. Therigatha, buku
yang serupa dengan Theragatha yang merupakan kumpulan dari ucapan para Theri
semasa hidup Sang Buddha.
j. Jataka, berisi
cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu.
k. Niddesa, terbagi
menjadi dua buku : Culla-Niddesa dan Maha-Niddesa. Culla-Niddesa berisi
komentar atas KhaggavisanaSutta yang terdapat dalam ParayanaVagga dari
SuttaNipata; sedang Maha-Niddesa menguraikan enam belas sutta yang terdapat
dalam AtthakaVagga dari SuttaNipata.
l. Patisambhidamagga, berisi uraian skolastik tentang jalan
untuk mencapai pengetahuan suci. Buku ini terdiri atas tiga vagga : Mahavagga,
Yuganaddhavagga dan Paññavagga, tiap-tiap vagga berisi sepuluh topik (katha).
m. Apadana, berisi
riwayat hidup dari 547 bhikkhu, dan riwayat hidup dari 40 bhikkhuni, yang
semuanya hidup pada masa Sang Buddha.
n. Buddhavamsa, terdiri
atas syair-syair yang menceritakan kehidupan dari dua puluh lima Buddha, dan
Buddha Gotama adalah yang paling akhir.
o. Cariyapitaka, berisi
cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu dalam
bentuk syair, terutama menerangkan tentang 10 paramî yang dijalankan oleh
Beliau sebelum mencapai Penerangan Sempurna, dan tiap-tiap cerita disebut
Cariya.
AbbidharmaPitakajuga berisi uraian filsafat Buddha-dharma
yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang seperti ilmu jiwa,
sastra, logika, etika, dan metafisika. Kitab ini terdiri dari 7 buah buku,
yaitu: Dhammasangani, Vibhanga, Dathukatha, Puggalapannatti, Kathavatthu,
Yamaka, dan Patthana. Berbeda dengan kitab Sutra Pitaka dan VinayaPitaka yang
menggunakan bahasa naratif, sederhana dan mudah dimengerti umum, gaya bahasa
kitab AbbidharmaPitaka bersifat sangat teknis dan analitis[15]
Respoonding
Paper 4
Keyakinan
Terhadap Nibbana
Penegrtian Nibbana
Nibana adalah sebutan dari bahasa pali dan Nirvana
adalah bahasa sansekerta. Kata Nibbana berasal darikata nirvana, yang terbagi
atas dua kata yaitu: Nir artinya “Padam” dan Vana artinya “meniup”. Jadi kata Nibbana artinya meniup padam,
yang tidak lain meniup padam sifat Tanha atau Tanhakkhaya atau Asavakkhaya.[16]
Nibbana adalah tujuan akhir umat Budha. Bnayak buku yang menyajikan
uraian tantang Nibbana telah ditulis sejak zaman dahulu hingga kini. Nibbana
bukanlah sesuatu yang harus dituliskan atau dijelaskan kan tetapi dialami.
Nibbana adalah suatu “keadaan” seperti yang di ajarkan oleh sang Budha, Nibbana
adalh suatu keadaan yang pasti setelah rasa keinginan lenyap. Nibbana dalah
ppadamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu, dan kekotoran-kotoran batin.
Nibbana adalah kasunyataan abadi, tidak dilahirkan, tidak termusnahkan ada dan
tidak berubah. Nibban dikatakan pula Ashankata Dhamma(keadaan tanpa syarat,
tidak berkondisi). Nibbana dapat dialami jika dukha telah disadari, menyadari
dukha berarti menyadari asal mula dukha, lenyapnya dukha dan jalan untuk
melenyapkan dukha.[17]
Nibbana dibagi atas dua bagian:
1.
Nibbana
yang masih mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan
ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini atau dalam bahasa pali disebut SA
UPADISESA NIBBANA dalah padamnya kilesa (kekotoran batin) secara total, tetapi
panchakandha masih ada.
2.
Nibbana
yang tidak mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang dicapai setelah
meninggal dunia atau dalam bahsa pai disebut AN UPADISESA NIBBANA.[18]
Mereka yang
mencapai Nibbana tidak lagi menaruh perhatian terahdap kelangsungan dirinya.
Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelahnya umurnya usai. Mereka
tidak lagi menimbun kamma baru, meliankan sekedar menghabiskan akibat kamma
lampaunya. Sang budha pernah ditanya apakah seorang Budha, sesudah mencapai
Parinibbana, ada atau tidak ada. Sang Budha diam tidak menjawab. Alasannya
ialah bahwa hal itu tidak bermanfaat bagi pembebasan manusia dari dukha. Pertanyaan
timbul akibat orang mempunyai kesalahfahaman tentang dualistis antara ada dan
tidak ada. Selama paham “aku” masih melekat, mustahil Nibbana dapat dicapai.[19]
Jalan Menuju
Nibbana
Ada delapan
ruas jalan utama atau jalan tengah menuju Nibbana dibagi menjadi 3 yakni:
1.
Sila
= tata hidup yang susila an beradab.
2.
Samadhi
= pembinaan disiplin menthal.
3.
Panna
= kebijaksanaan luhur.
Orang yang
telah mencapai Nibbana dapat disebut orang yang sempurna seperti asng Budha
Gotama. Orang yang telah mencapai Nibbana pula bebas dari lahir, derita,
umur-Tua dan mati; loba dan moha.[20]
Respoonding
Paper 5
Meditasi
Dalam Buddhisme
A.
Pengertian
Meditasi
Meditasi adalah pendekatan psikologis untuk pengembangan, pelatihan
, dan pemurnian pikiran. Meditasi merupakan jalan yang lembut untuk menundukkan
kekotoran yang mencemari batin.[21] Dalam bahasa Pali atau Sansekerta, meditasi disebut sebagai Samadhi. Dalam percakapan antara Bhikkhu Dahammadinna dan Upasika Visakha (Majjhima
Nikaya I.301) Samadhi diartikan sebagai ‘keadaan batin dan cara melihat batin’.
Visakha bertanya : “Apa itu Samadhi?” Bhikkhu menjawab: “ Samadhi adalah cittassa
ekaggata (pikiran terpusat)”. Setiap orang yang melaksanakan bhavana memerlukan
objek. Objek meditasi merupakan alat Bantu yang mengarahkan pikiran seseorang
agar cepat terpusat, sehingga demikian kemajuan batin agar dapat berproses
dengan baik. Objek meditasi yang digunakan oleh seseorang harus sesuai dengan
wataknya (carita) agar ia mudah memusatkan pikiran. Apabila objek meditasi
tidak sesuai dengan carita, maka pemusatan pikiran sangat sulit atau lambat
sekali untuk dapat tercapai. Hal ini bagaikan orang yang mengambil jurusan
bahasa namun belajar matematika.
·
Cara Meditasi
1.
Waktu meditasi yang tepat adalah bila jasmani kita segar, semua pekerjaan
telah selesai, gangguan fisik dan batin tidak ada.
2.
Meditasi dapat dilaksanakan pada pagi hari (pkl. 04.00 – 07.00) dan malam hari
(pkl. 17.00 - 22.00).
3.
Jadi waktu dalam berlatih meditasi sebaiknya dilakukan setiap hari dalam
waktu yang sama secara teratur dan terus menerus (continue).
Tingkat Meditasi
1. Tingkat Samadhi, terdiri
dari:
a. Meditasi Permulaan (Parikamma Samadhi)
b. Meditasi mendekati Pencapaian (Upacara Samadhi)
c. Meditasi Tercapai (Appana Samadhi)
Keterangan :
a. Ketika pikiran mulai dipusatkan pada sebuah obyek
yang dipilih sesuai dengan carita, maka meditasi permulaan ini disebut Parikamma
Samadhi.
b. Jika pikiran untuk sementara telah bebas dari
kekacauan,atau pikiran tidak tergoyahkan, hal ini disebut Upacara
Samadhi.
c. Apabila keadaan ini dapat dipertahankan terus,
walaupun dengan perlahan tapi pasti hingga pemusatan pikiran
benar-benar tidak tergoyahkan, maka hal ini disebut Appana Samadhi. Pencapaian Appana Samadhi berarti Rupa Jhana I telah tercapai.[22]
B.
Macam-Macam
Meditasi
1.
Meditasi
untuk mencapai ketenangan
Bermeditasi
pada sepuluh alat bantu (kasina) hanya menimbulkan ketenangan, bukan
pandangan terang. Bermeditasi pada sepuluh hal yang menjijikkan (misalnya,
mayat yang membengkak) hanya menimbulkan ketenangan, bukan pandangan terang.
Sepuluh perenungan, seperti perenungan terhadap Sang Buddha atau Dhamma,
juga hanya menimbulkan ketenangan, bukan pandangan terang. Bermeditasi pada
tiga puluh dua bagian tubuh seperti rambut, kuku, gigi, dan kulit, juga tidak
dapat menimbulkan pandangan terang. Hal ini hanya dapat mengembangkan
konsentrasi.[24]
2.
Meditasi
untuk mencapai pandangan terang (Vipassana)
Memungkinkan
seorang calon mencapai kesucian untuk menghancurkan semua kekotoran yang
ditenangkan oleh Samadhi. Pada mulanya ia mengembangkan pandangan yang bersih
(ditthivisuddhi) dan melihat atas segala sesuatu sebagai mereka seadanya.
Dengan pikiran terpusat ia menganalisa dan menguji apa yang ia sebut makhluk.
Pengujian in8i menunjukkan apa yang ia sebut dengan aku., hanyalah perpaduan
kompleks dari batin dan jasmani yang selalu dalam keadaan mengalir.[25]
Ketika anda
bermeditasi terhadap empat unsur (dhatu) di dalam tubuh anda, hal ini
dinamakan analisa terhadap empat unsur. Walaupun hal ini mengembangkan
konsentrasi, ini juga membantu mengembangkan pandangan terang. Keseluruhan
empat puluh obyek meditasi ini digunakan untuk mengembangkan konsentrasi. Hanya
pernafasan (anapanassati) dan analisa terhadap empat unsur (dhatu)
yang digunakan untuk mengembangkan pandangan terang. Obyek-obyek yang lain
tidak akan menimbulkan pandangan terang untuk mendapatkan pandangan terang,
anda harus berusaha lebih jauh.[26]
Respoonding
Paper 6
Ajaran
Tentang Sangha
A, Tingkat
kesucian, kedudukan sangha
Tingkat
Kesucian
Ø Sotapanna:
Orang suci tingkat pertama, yang telah membasmi tiga belenggu. Akan lahr
sebanyak tujuh kali lagi. Ada tiga:
·
Sattakhatta parama Sotapanna : Sotapanna paling
banyak tujuh kali lagi lahir di alam yang menyenangkan. Dalam kehidupan yang
lampau melaksanakan Paramita kurang tekun, maka apabila menjadi Sotapanna seperti
ini.
·
Kolankola Sotapanna : sotapanna yang kan
dilahirkan dua sampai enam kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan
Parinibbana. Dalam kehidupan yang lampau melaksanakan Paramita setengah tekun,
apabila menjadi Sotapanna seperti ini.
·
Ekabiji Sotapanna : Sotapanna yang akan
dilahirkan paling banyak hanya satu kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat
dan Parinibbana. Dalam kehidupan yang lampau melaksanakan paramita dengan tekun
sekali, apabila menjadi sotapanna seperti ini.
1.
Sakadagami : orang suci tingkat kedua yang
telah membasmi tiiga belengg ditambah dua belenggu. Akan lahir sebanyak satu
kali lagi. Disebut Ariya Puggala berarti orang suci atau orang kudus. Ada lima:
·
Idha patva idha parinibayi: mencapai
sakadagami-phala di Alam manusia, dan mencapai Arahatta-phala d Alam Dewa,
jugadalam kehidupan yang sama.
·
Tattha patva tattha parinibayi: mencapai
Sakadagaim Phala di Alam Dewa, dan mencapai Arahatta Phala di Alam Dewa, juga
dalam kehidupan yang sama.
·
Idha patva tattha parinibayi: mencapai sakadagami
Phala di Alam manusia, setelah itu meninggal dunia dulahirkan di Alam Dewa, dan
mencapai Arahatta Phala di Alam Dewa.
·
Tattha patva idha parinibayi: mencapai
sakadagami Phala di Alam Dewa, setelah meninggal di Alam Dewa dilahirkan di
Alam manusia , dan mencapai Arahatta Phala di Alam manusia.
·
Idha patva tattha nibbattitva iddha
parinibbayi: mencapai Sakadagami Phala di Alam Manusia, setelah itu meninggal
dunia dan dilahirkan di Alam Dewa. Setelah itu meninggal dunia dan dilahirkan
di alam Dewa dilahirkan kembali di Alam manusia, dan mencapai Aahatta Phala di
Alam manusia.
2.
Anagami : orang suci tingkat ketiga, yang telah
membasmi tiga kali belenggu dan dua belenggu. Tidak lahir di Alam napsu yang
menyenangkan, tapi menitis di Alam Suddhavassa dan mencapai Arahata serta
Parinibbana di alam ini. Ada lima:
·
Antaraparinibbayi: anagami yyang mencapai
Arahat dan Parinibbana dalam usia yang belum mencapai setengah usia.
·
Upahaccaparinibbayi: anagami yang mencapai
Arahat dan Parinibbana dalam usia yang hampir mencapai batas usia.
·
Asangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai
Arahat dan Pparinibbana dengan usaha keras.
·
Uddhangsoto akanitthagami: anagami yang
mencapai Arahat dan Parinibbana di Alam Brahma yang luhur atasAkanitthi Bhumi.
3.
Arahat : prang suci tingkat keempat. Telah
membasmi lima belenggu ditambah lima belenggu. Ini terbebas dari kelahiran dan
kematian di alam manapun juga. Ada empat:
·
Sukkhavipassako: Arahat yang tidak mempunyai
Jhana. Hanya melaksanakan Vipassana Bhavana saja.
Kedudukan Sangha
Ada dua jenis:
- Sammuti
Sangha = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum mencapai
tingkat-tingkat kesucian.
- Ariya
Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai
tingkat-tingkat kesucian. [30]
B, Cara Menjadi Bikkhu
Bikkhu adalah orang yang ditahbiskan dalam keyakinan Budha monastik. Monastisisme merupakan bagian dari sistem
"janji pembebasan individu". sumpah ini diambil oleh para biarawan
dan biarawati dari sangha biasa, dalam rangka untuk mengembangkan disiplin
etika pribadi. Sumpah pembebasan individu diambil dalam empat langkah. Orang
awam dapat mengambil lima upāsaka sumpah. Langkah selanjutnya adalah memasukkan
pabbajja atau cara hidup monastik, yang meliputi mengenakan jubah biarawan atau
biarawati. Setelah itu, seseorang dapat menjadi samanera, Atau biarawan /
biarawati pemula. Langkah terakhir adalah untuk mengambil semua kaul seorang
bhikkhu / bhukkhuni. Biarawan dan biarawati mengucap sumpah mereka untuk seumur
hidup. Seorang rahib dapat memberikan bhikkhu sumpah kembali dan kembali ke
rumah tinggal, dan mengambil sumpah lagi nanti. Dia dapat membawa mereka sampai
tiga kali atau tujuh kali dalam satu kehidupan;. Setelah itu sangha tidak boleh
menerimanya. dengan cara ini, Buddhisme menjaga sumpah "bersih". Hal
ini dimungkinkan untuk menjaga mereka atau meninggalkan gaya hidup ini, tetapi
dianggap sangat negatif untuk memecahkan sumpah ini.[31]
C, Kelompok Budha Awam
Dari sudut pandangan kelembagaan, masyarakat
Buddhis terdiri atas dua kelompok (parisa), yaitu :[32]
- Kelompok masyarakat keviharaan
(bhikkhu-bhikkhuni parisa). Sudah dijelaskan diatas.
- Kelompok masyarakat awam (upasaka-upasika
parisa). Kelompok
masyarakat awam meliputi semua umat Buddha yang tidak termasuk dalam
kelompok masyarakat keviharaan. Mereka menempuh hidup berumah tangga.
Kelompok ini terdiri atas upasaka (pria) dan upasika (wanita) yaitu mereka
yang telah menyatakan diri untuk berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha
serta melaksanakan prinsip-prinsip moralitas (sila) bagi umat awam.
Respoonding
Paper 7
Buddhisme di India dan Buddhisme di Cina dan Aliranya
A.
Agama Budha di India
Sejarah
perkembangan agama Budha di India setelah Budha Gautama wafat dapat dibagi
menjadi tiga periode, yaitu(a). Masa Perkembangan Awal hingga pasamuan Agung
kedua, (b).Masa kekuasaan Raja Ashoka,dan (c).Masa kemunduran Agama Budha di
India, Secara singkat masing-masing periode tersebut akan diuraikan sebagai
berikut.
Ø Masa Perkembangan Awal
Beberapa minggu setelah Buddha meninggal dunia segera terjadi
perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para pengikutnya, terutama karena dia
tidak [33]meninggalkan ajaran yang tertulis dan tidak menunjuk seseorang
sebagai penggantinya. Sekelompok Bhikkhu berusaha merubah aturan yang telah di
tetapkannya karena terasa berat dilaksanakannya dan dipertahankan, sementara
lainnya berusaha untuk memelihara kemurnian ajarannya. Kelompok terakhir ini
kemudian memutuskan untuk mengadakan pasamuan guna untuk membahas
masalah-masalah berkembang waktu itu, terutama yang menyangkut ajaran-ajaran (dharma)
.
Ø Masa Kekuasaan Raja Asoka
Asoka Adalah Seorang raja dan panglima perang yang hampir meluaskan
kekuasaan hampir keseluruh India. Tetapi setelah memeluk agama Buddha, ia
menyesali perbuatan-perbuatannya itu, dan kegiatannya kemudian diarahkan untuk
menyebarkan dan mengembangkan agama yang dipeluknya, disamping usaha-usaha lain
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam masa pemerintahannya, agama
Buddha berkembang menjadi agama yang berpengaruh diseluruh India dan mempunyai peranan dalam
berbagai bidang kehidupan ,baik sosial,kebudayaan,ekonomi maupun politik.
Terjadi pula pergeseran ajaran-ajaran pokok,seperti anitya,anatma
Hasta Arya Marga. Dua yang pertama menjadi ajaran tentang sunyata, atau kekosongan, yaitu bahwa segala
sesuatu di alam semesta ini pada hakikatnya adalah kekosongan. Ajaran Dukkha
tergeser ke belakangan dan berubah menjadi ajaran tentang kebahagiaan dan
kenikmatan di alam surga. Ajaran untuk berusaha sendiri seperti yang terlihat
dalam HastaArya Marga berkembang menjadi ajaran yang memuja dan memohon kepada
Sang Budha.[34]
Akibat dari perkembangan-perkembangan di atas agama Budha berubah
ke bawah,ia menjadi agama yang mengutamakan pemujaan disesuaikan dengan alam
pikiran keagamaan kebanyakan orang India waktu itu, sehingga menjadi berkembang
dan meluas dikalangan rakyat kecil tetapi dangkal segala-galanya dan
keatas,agama budha mendorong tumbuhnya pemikiran yang tinggi dalam bidang
metafisika dan filsafat.
Perkembangan Budha Mahayana yang pesat tidak terlepas dari peranan
tokoh-tokohnya, seperti Asvagosha, Cantideva, Nagarjuna, Aryasangha dan arya
dewa. Tiga yang tersebut akhir dipandang sebagai”tiga matahari Mahayana”
terutama karena jasa mereka menyebarkan ajaran Mahayana keberbagai daerah di
Asia.Kitab-kitab yang ditulis tokoh-tokoh tersebut kemudian dipandang sebagai
kitab suci dalam aliran Budha Mahayana .Diantaranya adlah madyamika,karya
nagaryuna, yang berisi ajaran mistik dan metafisika menurut faham Mahayana seperti terdapat dalam rumusan
“delapan tiada”,yaitu; tiada pembentukan, tiada penghancuran, tiada pelenyapan,
tiada kekekalan,tiada kesatuan dan keanekaragaman,tiada yang datang dan pergi.
Aliran Agama Budha Mahayana memegangi ajaran-ajaran pokok agama
Budha sebagaimana umumnya dipegangi pula oleh aliran lainny. Hanya saja,
Mahayana Mengembangkannya melalui pandangan filsafat yang secara metodologis
berbeda dengan aliran Theravada.
Ø Kemunduran Agama Budha di India
Setelah mengalami
perkembangan yang mengesankan di India selama lebih kurang lima abad, Akhirnya
agama Budha mengalami kemunduran, baik dari segi kualitas maupun kwantitasnya.
Pada abad ketujuh Masehi, kemerosotan tersebut semakin meluas di India, antara
lain disebabkan oleh serangan bangsa Hun Putih dari utara yang banyak
menghancurkan pusat-pusat peribadatan agama Budha. Usaha untuk mengatasi
kemunduran tersebut juga ada, seperti yang dilakukan oleh kaisar
Harsya(606-647M), namun kemunduran itu agaknya sudah tidak dapat dicegah lagi.
Dari laporan perantau china seperi fa hsien (399-414M) Hsuan chuang
dan i’tshing, dapt diketahui bahwa jumlah wihara di india semakin berkurang dan
pengalaman serta penyebaran agama Budha semakin kendor.Agama Budha semakin lama
semakin bersifat India lama dengan semakin banyaknya unsur asli India yang
masuk kedalam agama tersebut. Di samping
itu, muncul kembali persaingan dengan agama Brahmana yang dimulai
bangkit,setelah sempat terdesak oleh agama Budha untuk jangka waktu yang cukup
lama. Akan tetapi, yang paling terparah dari semua itu adalah rusaknya
kebatinan ajaran agama Budha dan perkembangan Islam yang mulai menyebarkan
ajarannya ke timur sejak abad ke delapan Masahi.
Akibat dari hal-hal di atas, aliran Theravada dan Mahayana lambat
laun tersingkir dari tanah kelahirannya sendiri terutama karena peranan sangha
yang cukup besar dalam penyebaran agama Budha selama ini menjadi jauh berkurang
sejak abad ketujuh Masehi tersebut. Kemunduran peranan sangha ini antara lain
disebabkan banyaknya unsur non-buddhis yang masuk ke dalam. Agama Budha,
sehingga menyebabkan merosotnya penghargaan rakyat terhadap sangha dan
mengakibatkan berkurangnya dana yang diterimanya.
B.
Buddhisme
di Cina dan Alirannya
Tidak di ketahui secara pasti kapan agama Budha masuk ke cina,
namun pendapat yang umumnya diterima ialah pada permulaan dinasti Han, ketika
kaisar Ming Ti (58-76 M) mengirimkan utusan ke India untuk meniliti agama
Buddha. Perkembangan awal agama tersebut di Cina yang telah memperlihatkan
hasil yang menggembirakan karena mendapat perlawanan dan tantangan dari
kepercayaan dan filsafat asli cina yang telah berkembang sebelumnya, seperti
yang di ajarkan oleh konfusius, di samping ajaran dan filsafat Buddha dianggap
terlalu kaku dan metafisis sehingga dirasakan sangant bertentangan dengan alam
pikiran cina yang praktis dan materialistik. Perkembangan yang cukup pesat
mulai terjadi setelah abad kedua masehi, yang antara lain karena jatuhnya
dinasta Han yang diikuti dengan merosotnya Konfusiasme dan Taoisme sehingga
mengakibatkan Cina menghadapi kegelisahan budaya.
Tradisi dan struktur yang
lemah, sementara alternatif baru belum
muncu. Dalam situasi budaya seperti itulah, Buddha Mahayana muncul dan
dipandang mampu memenuhi kebutuhan yang ada dengan menawarkan suatu bentuk
upacara keagamaan yang berbeda dari tradisi-tradisi yang sudah ada sebelumnya
di satu pihak, dan di lain pihak kepercayaan dan tradisi asli tadi memberikan
sumbangan dalam membentuk kualitas agama Buddha yang merakyat di Cina.[35]
Namun sejauh itu agama Buddha tetap mampu mengakomodasikan
dirinya dengan kepercayaan tersebut sehingga memperoleh tempat sejajar dengan
konfusianisme dan taoisme. Bahkan, ketiga-tiganya membentuk landasan filsafat
dan agama di Cina yang dikenal sebagai Sam Kauw, atau Tri Dharma, yang berarti
tiga ajaran.[36]
·
Aliran
Dhyana
Dengan kesempurnaan ini, kita memasuki alam dari tapabrata dan
psychologi phonomena yang abnormal, Mahayan sekarang memulai menjadi tak dapat
dipahami. Dhyana, berasala dari dhya, adalah salah satu istilah yang tidak
dapat diterjemahkan sebagai meditasi,’ kegembiraan yang luar biasa,’
perenungan, rasa gembira, dan seterusnya.
·
Aliran
cen yen
I-tsing pada abad ke-7 tiba di Nalanda, beliau berusaha untuk
memahammi aliran Tantra Mahayana ini. Kemudian pusat aliran Tantra Mahayan ini
pindah ke India Timur sebagai pusatnya yakni di Universitas Vikramasiladari
sekte Vajrayana, dari sana dibawa oleh Padmasambhava ke tibet yang kemudian
berhubungan langsung dengan Lamaisma Tibet. Vajrayana merupakan fase
perkembangan terakhir dari mahayana, sekte sebelumnya adalah Mantrayana. Sekte
yogacara tinbul pada abad ke-4 yang menitikberatkan meditasi dan disiplin,
mantrayana kemudian mengembangkan lebih lanjut dari yogacaradengan menggunakan
mantra dan doa-doa, penggabungan simbolmistik dan gaib. Tabtra Buddhist
mendapat pengaruh dari Brahmanisme yang banyak upacara dan ungkapan gaib di
dalam petunjuk dari Atharva-veda
·
Aliran
Vijnanvada
Perluasan dari ide yogacara dalam
agama Buddha permulaan termasuk dihayati oleh aliran Sautrantika yamng
mengajarkan Panca Skandha yaitu vijnana sendiri adalah telah ada dari tumimbal
lahir. Yogacara mengembangkan doktrin mengenai alaya-vijnana atau gudang
kesadaran hal di maksudkan kesadaran murni.
Respoonding Paper 8
Buddhisme di
Korea, Thailand, Jepang dan Aliran-alirannya
Negeri Korea mulai mengenal agama Buddha pada awal abad ke-4 Masehi. Pada saat itu, Korea terbagi
menjadi tiga wilayah, yaitu Koguryu (di Utara),
Pakche (di Barat Daya), Silla (di Selatan)
Agama Buddha masuk di awal India lalu Cina, Korea ke Jepang diperkirakan
853 atau 552 M. Ketika sebuah kerajaan kecil di Korea mengirimkan sebuah
delegasi kepada Kaisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di samping membawa berbagai
hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama
Buddha. Suku Soga menerima agama ini, tetapi suku-suku lainnya menolak karena
dianggap menghina kepercayaan dan terutama para dewa mereka[37].
Aliran Amida atau Tanah Suci, mengemukakan suatu ajaran keselamatan dalam
istilah-istilah yang sederhana, yaitu dengan percaya kepada Buddha secara
mutlak dan dengan menyebut Amida orang akan memperoleh keselamatan. Aliran ini
mendapat banyak pengikut di kalangan petani dan menjadi semacam agama messianis
pada saat terjadi kemelut sosial. Objek pemujaannya adalah patung Amida Buddha,
dilengkapi dengan patung bodhisatva Kwan On yang melambangkan kemurahan dan
patung Daiseishi sebagai lambang kebijaksanaan.
Aliran Nichiren Soshu didirikan oleh Nichiren. Ajarannya bertujuan
mengembalikan agama Buddha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikannya
dasar bagi perbaikan masyarakat Jepang, dan menolak ritualisme dan
sentimentalisme aliran Tanah Suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis
tetapi eksklusif.[38]
Aliran Zen
dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan meninggalkan
negaranya menuju ke Tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M
Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di Tiongkok. Aliran Zen asli
kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah itu aliran Zen
berpencar di Tiongkok, dan Jepang. Zen diklaim sebagai Transmisi Jiwa Ajaran
Buddha yaitu transmisi yang paling penting dan merupakan jenis transmisi yang
dimaksudkan adalah “transmisi khusus diluar kitab suci” pada syair. Meskipun
hanya kitab suci yang disebutkan dalam syair tersebut, transmisi dimaksud mesti
dimengerti berada diluar transmisi ordinasi dan doktriner juga. Menurut tradisi
buddhis sang Buddha pernah suatu waktu duduk dikelilingi sekumpulan besar
siswa-siswa-Nya. ditengah keheningan Sang Bhagava hanya mengangkat sekuntum
bunga berwarna emas… Hanya Mahakasyapaa, satu diantara siswa-siswa tertua yang
termahsyur karena kesederhanaanya mengerti makna perbuatan Sang Buddha, dan ia
tersenyum. Sang Buddha kemudian bersabda, “Aku yang memiliki Mata dari Dharma
yang luar biasa, yakni Nirvana, Kesadaran, misteri realita dan non-realita,
serta pintu gerbang kebenaran transenden. Aku sekarang menyerahkannya kepada
Mahakasyapa.” Inilah yang dimaksud dengan transmisi. Mahakasyapa
mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah menjadi siswa langsung
Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya di dunia.Ananda meneruskannya
kepada Sanakavasa, muridnya dan seterusnya. Dari mahakasyapa di abad ke-5 SM
hingga kepada Bodhidharma di abad ke-6 M, transmisi ini dilanjutkan dalam satu
garis guru-guru spiritual, sebagian kurang dikenal dan sebagian lagi merupakan
nama-nama paling top dalam sejarah agama Buddha di India
Respoonding
Paper 9
Aliran
Hinayana dan Mahayana, serta Ritual dan Prakteknya
A.
Aliran Hanayana
Sebelum muncul aliran Mahayana dan Hinayana,
agama Buddha terpecah menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan
Mahasangghika. yang mana masing-masing meliputi berbagai aliran yang
berdekatan. Pecahnya aliran ini di karenakan adanya perbedaan faham dan
tafsiran antara kedua golongan tersebut, Mahayana merupakan Aliran Buddha yang
memperkenalkan unsur mistik dan kemungkinan semua orang dapat menikmati nirvana
yang utuh dan para Penganut aliran Mahayana mengembangkan sebuah anggapan bahwa
ajaran mereka lebih meluas, superior dan memiliki doktrin yang lebih tinggi
dari pada Hinayan. Doktrin terbaru menempatkan Buddha sebagai pusat dan
pencipta ajaran Buddha dengan pemahaman yang lebih meluas terhadap Buddha,
Seorang raja yang yang terkenal sebagai pelindung Buddha adalah Kaniska( abad
peretengahan tarikh masehi) dari Agama Buddha terpecah menjadi dua yaitu
golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika keluarga
Kusana suku bangsa caka yang memerintah di daerah Punjab. Dibawah pimpinannya
telah dilangsungkanya Muktamar di Jalandara, tetapi yang berkumpul hanyalah
mereka dari golongan Mahasangghika, Perbedaan antara golongan golongan
Sthawirawada dan golongan Mahasangghika yang sudah sedemikian lebar, sehingga
masing-masing telah menempuh jalan sendiri dan mengalami perkembangan sendiri
pula.Dalam abad ke-2 Masehi tampillah Nagarjuna yang berhasil membulatkan
aliran-aliran Mahasangghika, sehingga kini menjadi bentuk baru yang memakai
nama Mahayana sebagai lawan yang tegas dari golongan Sthawirawada yang mereka
sebut Hinayana.
Mahayana terdiri dari dua kata yakni maha
(besar) dan yana (kendaraan), jadi secara etimologis berarti kendaraan besar.
Ide maha merujuk pada tujuan religius seorang buddhis yaitu menjadi Bodhisatva
Samasamboddhi (Buddha sempurna). Mahayana (berasal dari bahasa Sansekerta: , mahāyāna
yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran
utama Agama Buddha dan merupakan
istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana,
yang dilahirkan di India. Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat Budha
hanya dapat mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang telah
mendahului mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana tersebut
B.
Aliran Hinayana
kata Hinayana.
Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa
China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta.
Oleh karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti
dari kata tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hinayana di gunakan dalam
kitab pali dan di dalam bahasa sansekerta
Kata hiinayaana
berasal dari 2 kata, yaitu ”hiina” dan ”yana”. Kata ”yana” berarti kendaraan,
tidak ada yang berselisih paham mengenai kata ini. Sedangkan beberapa orang
mengatakan kata ”hiina” adalah lawan dari kata ”maha”. Padahal bila kita
menengok bahasa Sanskerta maupun bahasa Pali, lawan kata dari kata ”maha” yang
berarti besar bukanlah ”hiina” tetapi kata ”cuula” yang berarti ”kecil”. Lalu
apakah arti kata ”hiina”? Kata ”hiina” sendiri berarti rendah, buruk, amoral.
Hal ini dapat dibuktikan dengan kata ”hina” dalam kosakata Indonesia yang
sedikit banyak di pengaruhi bahasa-bahasa sansekerta dan Selain itu, di dalam
kitab Pali, dimana setiap Buddhis tentu tahu kotbah pertama Sang Buddha yaitu Dhammacakkappavattana
Sutta, sebuah kotbah yang disampaikan kepada lima petapa yang
menjadi lima bhikkhu pertama, di dalamnya terdapat kata ”hiina”. Sang Buddha
bersabda: ”Dua
pinggiran yang ekstrim, O para bhikkhu, yang harus dihindari oleh seseorang
bhikkhu (yang meninggalkan keduniawian). Pinggiran ekstrim pertama ialah
mengumbar napsu-napsu, kemewahan, hal yang rendah (hiina), kasar, vulgar, tidak
mulia, berbahaya...”
Mengingat bahwa
sutta memiliki gaya yang sering mengunakan kata-kata yang bersinonim, sehingga
saling menguatkan dan menjelaskan satu sama yang lain, maka dalam hal ini
dapat dilihat bahwa, kasar, vulgar, tidak mulia,
berbahaya adalah sebagai definisi pelengkap dari kata ”hiina”.Di sini Sang
Buddha menunjukkan dengan jelas bahwa jalan yang harus dihindari untuk dilatih
merupakan sesuatu yang hiina.Dalam teks Pali dan komentar lainnya, hiina
sering digunakan dalam kombinasi kata hiina-majjhima-pa.niita, yaitu :
buruk – menengah – baik. Dalam konteks hiina- majjhima-pa.niita (atau
kadang hanya hiina- pa.niita), kata ”hiina”
selalu digunakan sebagai suatu istilah untuk kualitas yang dihindari seperti
kebencian,
Banyak hal-hal yang terjadi pada masa itu di
India Pusat. Di antaranya adanya beberapa kelompok bhikkhu yang menjalankan
Buddha Dhamma secara ekstrim dengan hanya mementingkan intelektual semata dan
lupa dengan hal yang utama yaitu praktek dan pengamalan. Kemudian kelompok lain
yang memegang prinsip pengamalan mulai melakukan kritik dan menerapkan konsep
bodhisatta, namun mereka pun menjadi ekstrim sehingga menciptakan figur-figur
bodhisatta.
Akhirnya antara abad ke-1 SM sampai abad ke-1
M, muncullah Saddharma Pundarika Sutra dengan istilah Hinayana dan
Mahayana. Dan sekitar abad ke-2 M, aliran Mahayana menjadi nyata dan utuh
setelah Nagajurna mengembangkan filsafat Sunyata dalam teks kecil yaitu
Madhyamika-karika. Abad ke- 4 M , Asanga dan Vasubandhu menulis banyak karya mengenai
Mahayana
.Dari sejarah yang telah di sampaikan di atas,
tidak ada aliran yang bernama Hinayana pada 18 aliran Buddhsime terdahulu. Lalu
siapa yang dimaksud dengan Hinayana dalam Sutra Teratai ? Apakah Theravada ?
Tidak, ketika Mahayana muncul dengan Sutra Teratainya, Theravada yang dulunya
bernama Sthaviravada telah ”hijrah” atau ”beremigrasi” ke Sri Lanka dan ketika
perdebatan Mahayana-Hinayana terjadi, sukar untuk menghitung aliran mana yang
mendominasi di India Pusat. Aliran tua yang sangat berpengaruhi saat itu adalah
Sarvastivada, jadi mungkin saja aliran ini, tapi sukar dikatakan jika hanya
aliran ini saja yang merupakan target satu-satunya dari ejekan ”Hinayana”.
Respoonding
Papaer 10
Sejarah
Buddhisme Zen dan Aliran-alirannya
A.
Sejarah Buddhisme Zen
Sejarah
Sekte Ch’an atau Budhism Zen Dyana (bahasa Sansakerta) atau Meditasi, telah
dijelaskan secara sekilas pada Bab XVII “Perkembangan Mahayana di India”.[39]
Sekte Chan atau Dyana, yang didirikan oleh
Boddhidarma, asal India tetapi menetap di Cina antara 527-536 M. Boddhidharma
dikenal sangkat radikal terhadap kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama
Buddha, dan bermaksud untuk kembali pada semangat ajaran Buddha yang asli
sehingga aliran yang didirikannya sangat mengutamakan pada perenungan (kontemplasi)
dan tidak banyak member tekanan pada teks-teks suci. Aliran ini sangat
berkembang pesat di Cina terutama pada masa Hui Neng (838-713 M.) karena
mengaku pendapatkan ajarannya dari Sakyamuni. Dalam berkembanganya kemudian,
aliran ini masuk dan berkembang di Jepang menjadi aliran Zen dan berpengaruh
dalam kehidupan keagamaan di Cina maupun Jepang sampai hari ini.[40]
Zen adalah salah satu aliran Buddha
Mahayana.Kata Zen berasal dari bahasa Jepang.
Sedangkan bahasa Sansekerta nya, Dhyana. Di Cina
dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran
Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan.
Aliran
Zen dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan meninggalkan
negaranya menuju ke Tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M
Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di Tiongkok. Aliran Zen asli
kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah itu aliran Zen
berpencar di Tiongkok, dan Jepang. Zen diklaim sebagai Transmisi Jiwa Ajaran
Buddha yaitu transmisi yang paling penting dan merupakan jenis transmisi yang
dimaksudkan adalah “transmisi khusus diluar kitab suci” pada syair. Meskipun
hanya kitab suci yang disebutkan dalam syair tersebut, transmisi dimaksud mesti
dimengerti berada diluar transmisi ordinasi dan doktriner juga. Menurut tradisi
buddhis sang Buddha pernah suatu waktu duduk dikelilingi sekumpulan besar
siswa-siswa-Nya. Beratus-ratus Bodhisattva dan Arahat, Bikshu-biksuni, serta
Upasaka-upasika hadir bersama-sama dengan berbagai kelompok makhluk-makhluk
surgawi. Semuanya diam, menunggu Sang Buddha bersabda. Tapi pada kesempatan
ini, bukannya mengeluarkan kata-kata, ditengah keheningan Sang Bhagava hanya
mengangkat sekuntum bunga berwarna emas… Hanya Mahakasyapaa, satu diantara
siswa-siswa tertua yang termahsyur karena kesederhanaanya mengerti makna
perbuatan Sang Buddha, dan ia tersenyum. Sang Buddha kemudian bersabda, “Aku
yang memiliki Mata dari Dharma yang luar biasa, yakni Nirvana, Kesadaran,
misteri realita dan non-realita, serta pintu gerbang kebenaran transenden. Aku
sekarang menyerahkannya kepada Mahakasyapa.” Inilah yang dimaksud dengan transmisi.
Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah menjadi siswa
langsung Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya di dunia.Ananda
meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya dan seterusnya. Dari mahakasyapa di
abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma di abad ke-6 M, transmisi ini
dilanjutkan dalam satu garis guru-guru spiritual, sebagian kurang dikenal dan
sebagian lagi merupakan nama-nama paling top dalam sejarah agama Buddha di
India. [41]
B. Ajaran-ajaran Buddhisme Zen
Segala ajaran di
dalam aliran Chan itu lebih mengutamakan saluran “ingatan kepada ingatan” (mind
to mind). Aliran Chan itu memperpegangi kisah, betapa Buddha Gautama
(563-483 sM) pada suatu kali di dalam menyampaikan ajaranya tidak mengucapkan
sepatah kata apapun, tetapi Cuma memandangi mata seorang muridnya, lalu
membikin gerak kecil dengan jarinya sang murid itu mendadak menerima suatu ilmu
tertinggi. Jadi aliran Chan itu tidak hendak mempergunakan
argumentasi-argumentasi yang rasional maupun rumusan-rumusan theology yang
demikian pelik.[42]
Sifat kepribadian
pada aliran Chan itu amat kuat hingga kurang menaruh hormat terhadap
patung-patung pujaan. Dengan begitu aliran Chan itu agak bersifat iconoclastic,
yakni menantang pemujaan patung-patung berhala itu, karena pujaan-pujaan
lahiriah itu tidak membawa kepada tujuan tertinggi. Titik berat ajaranya lebih
mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan dan khidmat yang sepenuh-penuhnya
kepada sang guru, Cuma sang guru saja secara resmi dan pasti dapat menuntun
seseorang murid kepada pencerahan dan kebenaran guna mencapai kepribadian
Buddha itu. Aliran Chan berpendirian bahwa kepribadian Buddha itu hidup
membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan di dalam Samadhi, maka
kepribadian Buddha itu dapat dilihat. Isi kepribadian Buddha itu ialah
kekosongan (sunyata), yakni, kosong dari setiap ciri-ciri khusus. Alam lahir
dengan seluruh ciri-ciri khusus itu cuma tipuan kayal (maya) belaka.[43]
Aliran Zen mendasarkan kelangsungan hidupnya pada
pengalihan suatu tingkat kesadaran khusus secara langsung dari suatu dalam
pikiran yang lain, ibarat nyala api yang dipindahkan dari satu lilin kepada
lilin yang lain, atau ibarat air yang dipindahakan dari ember yang satu ke ember
yang lain. Inilah yang disebut sebagai “pelimpahan pikiran Buddha yang satu
kepada pikiran Buddha yang lain” yang merupakan “pelimpahan khusus” yang
disebutkan Bodidharma sebagai inti hakikat Zen itu.
Keunggulan aliran Zen terletak pada kenyataan bahwa ia tidak
membiarkan dunia ini tetap dalam keadaan yanag tidak sempurna, seperti sewaktu
ditemui oleh kesadaran yag masih tertidur. Ia juga tidak mengundurkan diri dari
dunia ini dengan sikap yang semakin sombong, tidak acuk dan tidak peduli. Intisari latihan Zen terletak pada
memperkenalkan hal yang abadi Kepada zaman ini dan memperluas pintu pandangan
sampai ke suatu tingkat di mana kebahagiaan dan kekaguman, yang menjadi ciri
dari pengaaman satori, dapat dilimpahkan kedalam peristiwa biasa dalam kehidupan
sehari-hari. Siswa bertanya: “apakah maknanya kedatangan Bodidharma dari arah
Barat itu?” Sang guru menjawab : “Pohon sipres berdiri dalam taman”. Keajaiban
hidup yang tidak dilukiskan itu harus dialami sendiri. Fungsi satori adalah
untuk membawa seseorang ke dalam pengalaman yang saling mengisi dan bergantian
mengenai segala gejala, sampai mencakup obyek yang biasa dan alamiah seperti
sabatang pohon di perkarangan rumah. Tugas Zen seperti itu tidak akan pernah
selesai dalam kehidupan perseorangan mana pun juga. Kecuali barangkali dalam
kehidupa pribadi Buddha sendiri. Namun dengan memakai petunjuk yang diambil
dari buku-buku Zen secara keseluruhan kita dapat menyusun gambaran tentang
bagaimana jadinya “manusia yang tidak memiliki apa-apa untuk dikerjakanya”. [44]
[1] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal.8
[2] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 5
[3] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal. 9
[4] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 5-6
[5] Forum Diskusi Agama Buddha, www.wihara.com.
Di unduh pada Selasa 12 Maret 2013, pukul 12.33 WIB.
[6] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal. 10
[7] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 10
[8] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, cet. 17, 2010), hal.65
[9] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, cet. 17, 2010), hal.65.
[10] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, cet. 17, 2010), hal. 66
[11] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.28
[12] Waktu kosmik adalah kalpa. Satu
kalpa adalah suatu periode waktu yang sangat
lampau yaitu 4326 juta tahun.
[13] Drs. Suwarto T. “Buddha Dharma Mahayana” (Majelis Agama Buddha
Indonesia-Jakarta 1995)cet 1 hal 50
[14] Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Buddha” (PT BPK Gunung
Mulia-Jakarta 2010) cet 17 hal91-92
[15]Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia, h. 113
[16]“ Kebahagiaan Dalam Dhamma” (majelis Budhayana Indonesia) H 134
[17] PANJIKA “Rampaian Dhamma” (PERVITUBI) H 69
[18] Kebahagiaan Dalam Dhamma” (majelis Budhayana Indonesia) H 134
[19] PANJIKA “Rampaian Dhamma” (PERVITUBI) H 80
[20] Kebahagiaan Dalam Dhamma” (majelis Budhayana Indonesia) H 136-137
[21] Dhammananda, Sri, Keyakinan Umat Buddha, Kuala Lumpur:
Ehipassiko Foundation, Cet ll, 2012, h. 288-294
[22] Pak Dyon, Kumpulan Materi Agama Buddha, diakses pada 15 april
2013, dari http://pak-diyon.blogspot.com/2012/01/cara-meditasi.html
[23] Samaggi Phala.or.id, Dasar-Dasar Meditasi Vipassana, diakses
pada 13 April 2013, dari http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/dasar-dasar-meditasi-vipassana/
[24] Buddhakketta, Meditasi Samatha dan Vipassana, diakses pada 19 April
2013, dari http://www.buddhakkhetta.com/User/Kat7/Sub31/Sub203/Art212/baca.php?com=1&id=212
[25] Mahatera, Narada, Sang Buddha dan Ajarannya, Jakarta: Yayasan Dhammadipa
Arema, jilid ll, hal. 217-218
[26] Buddhakketta, Meditasi Samatha dan Vipassana, diakses pada 19 April
2013, dari http://www.buddhakkhetta.com/User/Kat7/Sub31/Sub203/Art212/baca.php?com=1&id=212
[27] Berkemampuan mengingat penitisan lampau, melihat Alam-alam halus dan
melihat muncul-lenyapnya makhluk yang menitis sesuai dengan kamma, berkemampuan
memusnahkan arus-kekotoran-bathin atau asava. Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan
Dalam Dhamma, h. 40
[28] Tiga diatas ditambah, dapat membaca pikiran makhluk lain; dapat
mendengar suara di Alam manusia, Dewa, Brahma; punya kekuatan Gaib. Majelis
Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h. 40
[29] Terdiri dari empat; Atthapatisambhida; Dhammapatisambidha; Niruttipatisambhida;
Pati bhanapatisambida. Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam
Dhamma, h. 40
[30] Dhamma study group bogor, daikses pada 20 april 2013, dari http://www.buddhistonline.com/dasar/tiratana2.shtml
[32] Pandit
J. Kaharuddin, Kemasyarakatan Umata Buddha, diakses pada 21 April2013, dari http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_dw_40.shtml
[34] Mukti ali.Agama-agama Dunia.h,136
[36] [36][36]
Mukti ali, agama-agama dunia,bogor ;IAIN sunan kalijaga press , cetakan ke-2
h.139
[37] Ali Mukti, Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta (IAIN Sunan Kalijaga Press: 1988) cet. Pertama hal. 140-142
[38] Ali Mukti, Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta (IAIN Sunan Kalijaga Press: 1988) cet. Pertama hal. 142
[39] Suwarto T., Buddha Dharma Mahayana, (Palembang : Majlis Buddha
Mahayana Indonesia, 1995), h. 478
[40] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN KALAIJAGA
PRESS, 1988), h. 139
[41] http://budhisme10.blogspot.com/2012/05/sejarah-buddhisme-zen.html di akses pada tgl 29-03 2013, jam 9:07
[42] Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, (Jakarta : P.T. Al
Husna Zikra, 1996), h. 123
[43] Ibid. h. 123
[44] Ibid. h. 177
Tidak ada komentar:
Posting Komentar