Kamis, 06 Juni 2013

Tugas Respoonding Paper Agama Buddha
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Matakuliah Agama Budha

Oleh :
WASLAN ABDUL CHOLIK
1111032100013


JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKART
2013



Respoonding Paper 1
Riwayat Sidharta Gautama
1.      A. Kehidupan Sang Buddha
·         Kelahiran Bodhisattva
Di Jambudvipa (sekarang India), dinegara Sakhya di india Utara bernama kerajaan Kapilavastu, terletak disungai Rapti (sungai Rohini), di daerah dekat pegunungan Himalaya, diperintah oleh seorang Raja bernama Suddhodana dengan permaisurinya Ratu Maya Dewi (Dewi Mahayama). Setelah dua puluh tahun perkawinan, mereka belum juga dikaruniai seorang putra. Ketika ia mendapat tanda- tanda melalui mimpinya lalu Ratu mengandung sampai lahirlah Sidharta Gautama.
Sehingga seisi alaam menyambutnya dengan suka cita karena telah lahir seorang Bodhisattva yang pada nantinya dia akan  menjadi pemimpin alam semesta, gurunya para dewa dan manusia, mencapai Samyak Sam Buddha untuk mengakhiri penderitaan manusia dialam samsara ini.[1]
1.      Upacara Pemberian Nama
          Seorang petapa bernama Asita (yang juga disebut Kala Devala) sewaktu bermeditasi di pegunungan Himalaya, diberitahukan oleh para dewa dari alam Tavatimsa bahwa seorang  bayi telah lahir yang kelak akan menjadi Buddha. Pada hari itu juga pertapa Asita berkunjung ke Istana Raja Suddhodana untuk melihat Bayi tersebut.
Setelah melihat sang bayi dan memperhatikan adanya 32 tanda dari seorang Mahapurisa (orang besar ), petapa Asita memberi hormat kepada sang bayi yang kemudian diikuti juga oleh Raja  Suddhodana. Setelah  memberi hormat Asita tertawa gembira tetapi kemudian lalu menangis.[2]
Petapa Asita tertawa karena pada suatu hari nanti pangeran akan mencapai kesempurnaan (Buddha), sempurna dalam kebijaksanaan maupun kewajiban, menjadi Guru para Dewa dan manusia. kemudian Asita menangis karena usianya yang telah lanjut dan tidak mempunyai kesempatan lagi untuk melihat dan mendengarkan pada saat pangeran mencapai kesempurnaan (Buddha) dan menjadi juru selamat dunia dengan mengajarkan Buddha Dharma. Kemudian dia berlutut dan menghormati kepada pangeran dan tanpa disadari di ikuti oleh Raja Suddhodana.[3]
Selanjutnya petapa Asita mengatakan, bahwa pangeran kecil itu kelak tidak boleh melihat empat peristiwa, yaitu:
1.      Orang Tua
2.      Orang Sakit
3.      Orang Mati
4.      Pertapa Suci
Kalau pangeran  itu melihat empat peristiwa tersebut, maka beliau segera akan meninggalkan istana dan bertapa untuk menjadi Buddha.
Lima hari setelah lahirnya bayi, Raja suddhodana memanggil sanak keluarganya berkumpul., bersama-sama dengan 108 orang Brahmana untuk merayakan kelahiran anak pertamanya dan juga untuk memilih nama baik. Nama yang kemudian dipilih adalah Siddharta Gautama, Siddharta yang berarti “tercapailah segala cita-citanya” dan Gautama adalah nama keluarganya.[4] 
2.      Wafatnya Ratu Maha Maya
Pada hari ke tujuh setelah  melahiran pangeran Sidharta, Ratu Maha Maya wafat, dan adiknya Maha Pajapati Gotami yang juga Istri raja Suddhhodana menggantikan posisi Ratu Maha Maya sebagai Ratu sekaligus Ibu bagi pangeran kecil. Dari hubungan Raja Suddhodana dengan Maha Pajapati Gotami melahirkan seorang pangeran bernama Nanda dan seorang putri bernama Sundari Nanda (Rupananda). Maha Pajapati Gotami merawat pangeran Siddharta seperti merawat putranya sendiri pangeran Nanda. Pangeran Nanda sendiri lahir beberapa hari setelah pangeran Siddharta lahir. Setelah Ratu Maha Maya wafat ia dilahirkan menjadi seorang putra dewa dengan nama Mayadevaputta (Santusita) di surga Tusita.[5]
3.    Masa Kecil, Masa Reamaja dan Pernikahan Pangeran
 Pada suatu hari, Raja dan pangeran kecil disertai para pengasuh dan pembesar Istana berjalan pergi kesawah untuk merayakan perayaan membajak sawah. Pangeran diletakkan dibawah sebuah pohon besar yang rimbun. Kemudian  para pengasuh pergi untuk melihat jalannya upacara. Sewaktu ditinggalkan seorang diri, pangeran kecil itu lalu duduk ber-Meditasi dalam keretanya, saat itu umurnya baru kira-kira lima Tahun.[6]
Pada umur 12 tahun, pangeran sidharta telah menguasi berbagai ilmu pengetahuan, ilmu taktik perang, sejarah, dan  pancavidya, yaitu: sabda (bahasa dan sastra); silpakarmasthana (ilmu dan  matematika); cikitsa (ramuan obat-obatan); hatri (logoka); adhyatma (filsafat agama). Dia juga menguasai Catur Veda rgveda(lagu-lagu pujian keagamaan): yajurveda (pujian untuk upacara sembahyang); athavarveda(mantra)
4.    Melihat Empat Peristiwa
Pangeran tidak bahagia dengan cara hidup yang dianggap seperti orang tawanan dan terpisah sama sekali dari dunia luar.
Pada suatu hari pangeran mengunjungi Ayahnya dan berkata “Ayah, perkenankanlah aku berjalan-jalan keluar  istana untuk melihat tata cara kehidupan penduduk yang kelak akan ku perintah”.
Karena permohonan ini wajar, maka Raja  memberikan izin. tetapi sebelumnya kata Raja, aku  harus membuat persiapan sehingga segala sesuatunya baik dan patut untuk menerima kedatangan anakku yang baik.[7]
Sekalipun sang raja sudah memerintahkan agar seluruh jalan yang akan dilalui putranya itu harus dibersihkan dari segala hal yang tidak menyenangkan namun dalam perjalanan itu Siddharta melihat seorang yang sudah tua sekali. (menurut dongeng nya orang ini adalah penjelmaan Dewa Brahma, yang dengan sengaja menampakkan hal itu, karena sekarang sudah waktunya Siddharta meninggalkan kemewahan). Pandangan ini mengejutkan Siddharta.[8]pangeran terkesan sekali, karena hal ini baru pertama kali dilihatnya.
Ketika pangeran melihat begitu indah seluruh ruangan di Istana, maka pangeran sejenak keluar dari istana ketika melihat hal-hal yang aneh seperti melihat orang mati, orang yang sudah tua, wabah penyakit dan hal yang diluar Istana maka  atas keterangan Channa ia tahu bahwa segala makhluk kelak akan menjadi tua seperti orang tua itu. Dengan wajah yang muram sekali Siddharta kembali keistana .[9]
Pangeran kemudian memohon kembali kepada ayahnya untuk diperkenankan untuk ke luar istana lagi untuk berwisata ke taman Lumbini. Raja tidak memiliki alasan apapun untuk menolak permohonan santun Putranya itu. Ditemani oleh Channa, pangeran menuju taman Lumbini. Sehingga tak sengaja bertemu petapa suci itu yang sebagaimana meninggalkan duniawi, dan kemudian sang pangeran tak lama berbicara kepada petama itu sehingga dia menemukan penerangan.
A.    Sang Budha Mendapatkan Penerangan Tertinggi
1.      Pangeran siddharta Meninggalkan istana
Untuk menyambut kelahiran cucunya, Raja menyelenggarakan satu pesta yang besar dan meriah. Pangeran yang baru saja kembali dari perjalanannya, tampak bahagia dibandingkan perjalanan sebelumnya. Ia berbahagia karena mengetahui bahwa cara untuk mencapai kebahagiaan sejati adalah dengan melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.
Semua itu terjadi sama seperti yang sudah diramalkan oleh seorang Brahmana pada waktu kelahiran Siddharta, yaitu bahwa putra Raja ini kelak akan menjdi Buddha, dan bahwa hal itu akan dimulai setelah putra raja melihat empat tanda : orang tua, orang sakit, orang mati dan pertapa.[10]
Perjalanan diteruskan melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya, Malla dan kemudian dengan satu kali loncatan menyebrangi sungai Anoma. Pangeran turun dari kuda, mencopot semua perhiasannya dan memberikannya kepada Channa, mencukur kumisnya, memotong rambut dikepalanya dengan pedang dan melemparkannya ke udara. Rambut yang tersisa sepanjang dua anguli (dua inci) semasa hidupnya tetap sepanjang itu dan tidak tumbuh lagi.
2.      Penerangan Agung
Pangeran kemudian bermukim di tempat itu selama tujuh hari tujuh malam. Selanjutnya ia menuju Rajagraha ibu kota kerajaan Magadha, di dekat kota itu ia belajar pada dua orang Brahmana yaitu ‘Alara Kelama dan ‘Udnaka Ramaputra’. Tetapi pelajaran agama yang diterimanya tidak memuaskan hatinya. Ia lalu masuk ke dalam hutang Uruwela dan menatap di situ untuk bertapa. Kemudian menjadi terkenallah ia sebagai petapa suci sehingga ia di ikuti oleh lima orang muridnya yaitu Kondana, Bodiya, Wappa, Mahanama dan Asaji.
Ia memilih tempat untuk bermeditasi dibawah pohon Bodhi ( latin : Ficus Religosa). Ditempat itulah pertapa Gotama duduk bermeditasi dengan wajah menghadap ketimur dengan tekad yang bulat. Ia kemudian berkata dalam hati:
Dengan disaksikan oleh bumi meskipun kulitku urat-uratku dan tulang-tulangku akan musnah dan darahku habis menguap, aku bertekad untuk tidak bangun dari tempat ini sebelum memperoleh penerangan agung. Dan mencapai Nibbana.[11]
Kemudian setelah tujuh minggu menetap dengan tujuh kali bergesar tempat di sekeliling pohon Boddhi, maka hari terakhir dari peristiwa-peristiwa yang suci itu, datanglah dua saudara Tapasuta dan Bhaluka yang terpesona melihat wajah sang Buddha. Keduanya lalu memepersembahkan nasi. Jajan dan madu serta memohon menjadi pengikut Buddha yang pertama.
B.       Sang Budha Mengajarkan Dharma
Setelah itu sang Buddha masih ragu-ragu untuk menyampaikan darmanya kepada orang lain, karena Dharmanya hanya dapat diterima orang arif bijaksana. Jadi kepada siapakah dharma itu harus diajarkan, kepada bekas gurunya, mereka sudah mati, kepada bekas muridnya barangkali, maka ia pergi ke Banares untuk menemukan murid-muridnya. Pada mulanya para murid itu ragu, tetapi setelah melihat keagungan Buddha maka kelima muridnya bersedia kembali mengikuti ajarannya. Kepada mereka lalu diajarkan empat kesunyataan itu.
Peristiwa-peristiwa tersebut diatas sangat penting dalam agama Buddha, yang disebut “Dharmma Cakra Pravantana Sutra”, yaitu “pemutaran roda dharmma” yang selalu diperingati oleh para penganut agama Buddha. Begitu juga taman isi patana di Benares yang merupakan tempat asal mula kelahirana ajaran Buddha dan Sangha, apar pemula penganut ajaran Buddha, merupakan tempat suci bagi umat Buddha. Sejak peristiwa pemutaran Rodha dharma tersebut mulailah siddharta Goutama yang telah menjadi Buddha itu, menyebarkan ajaran diseluruh India mulai dari kota Rajagraha yang berpokok pada empat kebijakan kebenaran
Selama 45 tahun lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajaran, sehingga dari sekitar 60 orang anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya, pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di kusiwara yang letaknya sekitar 180 KM dari kota Banares. Ia meninggal tanpa petunjuk siapa yang menjadi penerus, sehingga di kemudian hari ajaran terpecah menjadi dua golongan yaitu Teravadha  ( Hinayana ) dan Mahasangika (Mahayana).
2.      Pengertian Buddha, Dharma, Triratna
·         Pengertian Buddha
Buddha berasal dari bahasa sansekerta  budh berarti menjadi sadar, kesadaran sepenuhnya; bijaksana, dikenal, diketahui, mengamati dan mematuhi. (Arthur Antony Macdonell, practical Sanskrit Dictionary, Oxford University Press, London, 1965).
Tegasnya Buddha adalah seseorang yang telah mencapai penerangan atau pencerahan sempurna dan sadar akan kebenaran kosmos serta alam semesta. “Hyang Buddha’’ adalah seorang yang telah mencapai penerangan luhur, cakap dan bijak menuaikan karya-karya kebajikan dan memperoleh kebijkasanaan kebenaran mengenai nirvana serta mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau keselamatan kepada dunia semesta sebelum parinirvana.
Hyang Buddha yang berdasarkan sejarah bernama Shakyamuni pendir Agama Buddha. Hyang Buddha yang berdasarkan waktu kosmik[12] ada banyak sekali dimulai dari Dipankara Buddha.[13]
·         Pengertian Dharma
Hukum kebenaran, Agama, hal, hal-hal apa saja mengenai agama Buddha. Berhubungan dengan ajaran agama Buddha sebagai agama yang sempurna.
Dharma mengandung 4 (empat) makna utama:
1.      Doktrin
2.      Hak, keadilan, kebenaran
3.      Kondisi
4.      Barang yang kelihatan atau phenomena
Buddha Dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan atau kegelapan  batin dan unsure-unsur agama, kebaktian, filosofis, psikologi, falsafah, kebatinan, metafisika, tata susial, etika dan sebagianya.
·          Triratna
Seorang telah menjadi umat Buddha bila ia menerima dan mengucapkan Triratna (Skt) atau tiga mustika (Ind) yang berarti Buddha,
Pengakuan pada Dharma berarti mempercayai kebenaran hukum-hukumnya dengan kewajiban menjalankan dasar-dasar ajaran kelepasan hidup serta peraturan-peraturan lainnya. Dasar-dasar ajaran kelepasan tersebut adalah yang disebut Arya- satyami (Arya: utama Satyami : kebenaran yang terdiri dari 4 kenyataan hidup sebagai berikut:
1)      Bahwa dalam kehidupan di dunia ini penuh dengan hal-hal yang menyedihkan dan kesengsaraan, maka disimpulkan bahwa hidup itu menderita.
2)      Bahwa manusia berada oleh karena mempunyai nafsu keinginan untuk berada (hidup). Keadaan hidupnya itu adalah penderitaan karena terikat oleh samsara (menjelma berkali-kali).
3)      Jika tidak lagi punya nafsu keiginan: maka penderitaan samsara dapat dihilangkan yaitu dengan memadamkan nafsu keinginan tersebut (tresna).
4)      Cara menghilangkan nafsu keinginan itu ialah melakukan 8 jalan kebenaran (disebut dengan Astavidha), sebaliknya.

3.      Pengertian Sadha dan Panca Sadha(Keyakinan)
a.      Kata Saddha adalah sebutan dalam bahasa Pali atau sradha sebutan dalam bahasa sansekerta.
Arti kata Saddha atau Sradha ialah keyakinan atau kepercayaan-Benar (confident).
b.      Dalam ajaran agama Buddha, sesungguhnya menekankan suatu kepercayaan yang ditimbulkan oeh suatu yang nyata. Inilah yang disebut dengan Saddha. Atau dapat diartikan sebagai keyakinan yang telah mencakup pengertian percaya di dalamnya.
Jadi kata Saddha itu, dapat juga diartikan sebagai:
1)      keyakinan
2)      kepercayaan-Benar
3)      keimanan dalam Bakti
c.       saddha bukanlah suatu kepercayaan yang membuta, melainkan suatu kepercayaan yang dimiliki para siswa dalam sekolah menengah, dimana siswa-siswa yakin akan adanya atom dan molekul. Tetapi mereka tidak dapat membuktikannya. Mereka terima itu karena percaya pada para sarjana yang menguraikannya. Tetapi kepercayaan uni tidak dapat disebut kepercayaan membuta. Saddha Mengandung Tiga Unsur
Salah seorang pujangga Buddhis yang terkemuka, yang hidup abad ke IV bernama Asanga dan telah mengatakan bahwa Saddha itu mengandung tiga unsure yaitu:
1)      keyakinan kuat terhadap sesuatu hal.
2)      Kegembiraan mendalam terhadap sifat-sifat yang baik.
3)      Harapan memperoleh sesuatu di kemudian hari
     

.


·         Bhodisatwa dan arahat
Secara harfiah Bhodisatwa berarti orang yang hakikat atau tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang sempurna. Sebelum Mahayana timbul, penegrtian Bhodisatwa sudah dikenal juga, dan dikenalkan juga kepada Buddha Gautama, sebelum ia menjadi Buddha. Disitu Bodhisatwa adalah orang yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu orang yang akan menjadi Buddha. Jadi semula Bhodisatwa adalah sebuah gelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha. Didalam Mahayana Bhodisatwa adalah orang yang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi masak pada diri orang lain. Seorang Bhodisatwa bukan hanya merenungkan kesengsaraan dunia saja melainkan juga turut merasakannya dengan berat. Oleh karenanya  sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan segala aktivitasnya sekarang dan kelak guna keselamatan dunia. Karena kasihnya pada dunia maka segala kebajikannya dipergunakan untuk menolong orang lain.
Cita-cita tertinggi di dalam Mahayana ialah untuk menjadi Bhodisatwa. Cita-cita ini berlainan sekali dengan cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi arhat, yaitu orang yang sudah berhenti keinginanya, ketidaktahuannya, dan  sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukan lagi pada kelahiran tumimbal kembali. Seorang arhat hanya memikirkan kelepasan diri sendiri[14]







Respoonding Paper 2
KeyakinanTerhadap Hukum Kesunyatan

A.    Pengertian Hukum Kesunyatan
Hukum Kesunyatan berarti hukum abadi yang berlaku dimana-mana, mengatasi waktu dan tempat serta keadaan. Ini berarti bahwa hukum kesunyataan bersifat kekal dan abadi sepanjang masa yang berlaku di semua tempat, didalam semua keadaan/kondisi di setiap waktu.
Hukum kesunyataan berbeda denga hukum yang di buat oleh manusia. Karena hukum yang dibuat oleh manusia sifatnya tidak kekal dan tidak dapat mengatasi waktu, tempat dan keadaan. Jadi berbeda sekali dengan hukum kesunyataan yang dibuat oleh sesuatu yang kekal dan abadi yaitu Sanghyang Adi Buddha.
B.     Cattur Arya Saccani (Empat Kebenaran Mulia)
Untuk mengetahui dan mengerti mengenai Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan /Empat Kebenaran mulia secara singkatnya.
1.      Kesunyataa tentang Dukkha (Dukkha Ariya-Sacca)
2.      Kesunyataan tentang Asal-Mula Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya-Sacca)
3.      Kesunyataan tentang Lenyapnya Dukkha (Dukkhanirodha Ariya-Sacca)
4.      Kesunyataan tentang  Jalan Berakhirnya Dukkha (Dukkhanirodhagaminipatipda Ariya-Sacca)
C.    Hukum Karma dan Tumimbar Lahir
Kamma adalah term atau kata dalam bahasa Pali, yang mempunyai arti semua jenis kehendak atau maksud (action or doing) perbuatan, Dalam bahasa Sansakerta Karma.
Dalam Kitab Suci Anguttara Nikaya III halaman 415 :
            “I declare, O Bihkkus, that volution (cetana) is Kamma, Having willed one that acts by body, speech and thought.” [ Oh para siswa,
kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Kami sebut Kamma. Sesudah berkehendak lalu orang berbuat dengan badan, ucapan dan pikiran.
Semua perbuatan akan menimbulkan akibat dan akibat ini akan menjadi sebab atas akibat yang lain dan demikian seterusnya, sehingga Kamma sering juga disebut sebagai hukum sebab-akibat (kausalitas). Semua perbuatan akan menimbulkan akibat dan akibat ini akan menjadi sebab atas akibat yang lain dan demikian seterusnya, sehingga Kamma sering juga disebut sebagai hukum sebab-akibat (kausalitas).
Menurut ajaran Buddha, ada 3 macam penyebab dari perbuatan yaitu :
a.       Loba (keserakahan)
b.      Dosa (kebencian) dan
c.       Moha (kebodohan
D.    Tilakhana (Tiga Corak Umum;anicca,dukkha,anatta)
Tilakhana (tri-laksana) artinya Tiga Sifat Universal atau Tiga Corak Umum dari alam fenomena dan ini termasuk  Hukum Kesunyataan.
Ada tiga Tilakhana :anicca, dukkha, anatta Kata Anicca berarti tidak kekal, yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini terus menerus mengalami perubahan.
Uppada à thiti à bhanga (timbul) (berlangsung)(berakhir/lenyap) Dukkha adalah penderitaan, merupakan corak yang khas dari semua kehidupan (samsara) yaitu tentang ketidaksempuranaan. Semua bentuk yang mewujud adalah tidak sempurna.
Buddha Gotama memformulasikan tentang Dukkha ini, kelahiran merupakan dukkha, kesakitan dan kematian adalah dukkha, berkumpul dengan sesuatu yang tidak disenangi adalah dukkha, gagal dalam sesuatu yang dicita-citakan adalah dukkha, singkatnya kelima kelompok kehidupan jasmani dan rohani yang disebut Pancakkhandha.
Agama Buddha tentang pengertian dari Anatta yaitu tanpa-aku atau tidak ada suatu subtansi. Arti lainnya adalah bahwa segala sesuatu tidak mempunyai inti yang kekal abadi, atau tidak adanya existensi pribadi.
Setidaknya anatta di terangkan dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu :
·         Tidak terlalu mementingkan diri sendiri.
·         Kita tidak dapat memerintah siapa dan apa saja, termasuk tubuh-jasmani dan pikiran kita supaya tetap seperti yang kita inginkan.
·         Bila tingkatan pengetahuan tinggi dicapai dan memperaktekan akan mengetahui dan menemukan bahwa jasmani dan batinnya sendiri adalah tanpa “aku”, atau tanpa pribadi.















Respoonding Paper 3
Keyakinan Terhadap Kitab Suci (Tripitaka)
  
A.  Pengertian Tripitaka Dan Sejarah Perkembangan
Ajaran agama Buddha bersumber pada kitab Tripitaka yang merupakan kumpulan khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan sang Buddha dengan para siswa dan pengikutnya. Dengan demikian, isi kitab tersebut semuanya tidak hanya berasal dari kata-kata sang Buddha sendiri melainkan juga kata-kata dan komentar-komentar dari para siswanya.
Beberapa minggu setelah Buddha wafat, seorang Bikkhu tua yang tidak disiplin mengatakan perkataan yang membuat Maha Kasapa Thera memutusakan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha. Dengan bantuan Ajasattu dari Magadha, 500 orang Arahat berkumpul guna mengumpulkan ajaran Sang Buddha yang telah dbabarkan dan berusaha menyusunnya secara sistematis. Yang Ariya Ananda, siswa terdekat Buddha, dipercaya mengulang kembali khutbah-khutbah Buddhadan Yang Ariya Upali mengulang Vinaya (peraturan-peraturan).
Pada Pesamuan Agung yang pertama, seluruh ajaran Buddha dikumpulkan namun baru disampaikan dari generasi ke generasi. Pesamuan Agung kedua dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali, dimana isi kitab itu diucapkan ulang oleh 700 orang Arahat. Pesamuan Agung ketiga diadakan di Pattaliputa abad ketiga sesudah sang Buddha Wafat dengan pemerintahan di bawah kaisar Asoka Wardhana yang memeluk Buddha yang mempunyai pengaruh dalam penyebaran Dhamma. Pesamuan Agung ke-4 diadakan di Aluvihara (Sri Lanka) di bawah lindungan Raja Vattagamani Abhaya abad ke-enam sesudah Buddha wafat. Pada saat inilah kitab suci Tripitaka dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuannya adalah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya. Pesamuan Agung ke-5 diadakan di Mandalay (Burma) pada permulaan abad 25 sesudah Buddha wafat. Dengan bantuan Rajan Mindon dimana kitab ini diprasastikan 727 buah lempengan marmer di dekat bukit Manadalay. Pesamuan Agung ke-6 diadakan di Rangoon dimana sejak saat itu dilakukan penerjemahan ke dalam beberapa bahasa barat.
B.  Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, Abidhama Pitaka Dan Bagian-Bagianya
Vinaya Pittaka adalah bagian pertama dari tiga bagian Tripitaka, terdiri dengan peraturan-peraturan bagi para Bikkhu/ni yang terdiri dari:
-          Sutta Vibhanga
Bhikku Vibhanga berisi 227 peraturan, mencakup 8 jenis pelanggaran, 4 di antaranya menyebabkan dikeluarkannya bikkhu dari Sangha seumur hidup. Keempat hal tersebut; berhubungan seks, mencuri, membunuh/merencanakannya pada manusia, dan berbohong telah mencapai kesucian. 
-          Khandhaka
Terdiri dari kitab Mahavagga (peraturan-peraturan) uraian tentang upacara pentahbisan Bikkhu dan sebagainya. Kitab Culavagga (peraturan-peraturan) untuk menangani pelanggaran-pelanggaran.
-          Parivara
Ialah ringkasan pengelompokkan peraturan-peraturan Vinaya disusun kembali dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.
Sutta Pitaka Adalah bagian kedua dari tiga bagian Tipitaka, yang terdiri lebih dari 10.000 sutta (ajaran) berisi khotbah-khotbah, dalog dan tanya jawab Buddha Gautama dengan para siswa, petapa, maupun orang lain.
Kitab ini terdiri atas lima 'kumpulan' (nikaya) atau buku, yaitu:
-       Dighanikaya, Dighanikaya terdiri dari 34 sutra panjang terbagi menjadi tiga vagga : Sîlakkhandhavagga, Mahavagga dan Patikavagga.
-        Majjhimanikaya, merupakan buku kedua dari SuttaPitaka yang memuat kotbah-kotbah menengah..
-       Angutaranikaya, merupakan buku ketiga dari SuttaPitaka, yang terbagi atas sebelas nipata (bagian) dan meliputi 9.557 sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk memudahkan pengingatan.
-       Samyuttanikaya, merupakan buku keempat dari SuttaPitaka yang terdiri atas 7.762 sutta. Buku ini dibagi menjadi lima vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta.
-       Khuddakanikaya, terdiri atas 15 kitab.
a.  Khuddakapatha, berisi empat teks: Saranattaya, Dasasikkhapada, Dvattimsakara, Kumarapañha, dan lima sutta : Mangala, Ratana, Tirokudda, Nidhikanda dan MettaSutta.
b. Dhammapada, terdiri atas 423 syair yang dibagi menjadi dua puluh enam vagga. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
c. Udana, merupakan kumpulan delapan puluh sutta, yang terbagi menjadi delapan vagga. Kitab ini memuat ucapan-ucapan Sang Buddha yang disabdakan pada berbagai kesempatan.
d. Itivuttaka, berisi 110 sutta, yang masing-masing dimulai dengan kata-kata : vuttamhetambhagava (demikianlah sabda Sang Bhagava).
e. SuttaNipata, terdiri atas lima vagga : Uraga, Cûla, Maha, Atthaka dan ParayanaVagga. Empat vagga pertama terdiri atas 54 prosa berirama, sedang vagga kelima terdiri atas enam belas sutta.
f. Vimanavatthu, menerangkan keagungan dari bermacam-macam alam deva, yang diperoleh melalui perbuatan-perbuatan berjasa.
g. Petavatthu, merupakan kumpulan cerita mengenai orang-orang yang lahir di alam Peta akibat dari perbuatan-perbuatan tidak baik.
h. Theragatha, kumpulan syair-syair, yang disusun oleh para Thera semasa hidup Sang Buddha. Beberapa syair berisi riwayat hidup para Thera, sedang lainnya berisi pujian yang diucapkan oleh para Thera atas Pembebasan yang telah dicapai.
i. Therigatha, buku yang serupa dengan Theragatha yang merupakan kumpulan dari ucapan para Theri semasa hidup Sang Buddha.
j. Jataka, berisi cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu. 
k. Niddesa, terbagi menjadi dua buku : Culla-Niddesa dan Maha-Niddesa. Culla-Niddesa berisi komentar atas KhaggavisanaSutta yang terdapat dalam ParayanaVagga dari SuttaNipata; sedang Maha-Niddesa menguraikan enam belas sutta yang terdapat dalam AtthakaVagga dari SuttaNipata.
l. Patisambhidamagga, berisi uraian skolastik tentang jalan untuk mencapai pengetahuan suci. Buku ini terdiri atas tiga vagga : Mahavagga, Yuganaddhavagga dan Paññavagga, tiap-tiap vagga berisi sepuluh topik (katha).
m. Apadana, berisi riwayat hidup dari 547 bhikkhu, dan riwayat hidup dari 40 bhikkhuni, yang semuanya hidup pada masa Sang Buddha.
n. Buddhavamsa, terdiri atas syair-syair yang menceritakan kehidupan dari dua puluh lima Buddha, dan Buddha Gotama adalah yang paling akhir.
o. Cariyapitaka, berisi cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu dalam bentuk syair, terutama menerangkan tentang 10 paramî yang dijalankan oleh Beliau sebelum mencapai Penerangan Sempurna, dan tiap-tiap cerita disebut Cariya.
AbbidharmaPitakajuga berisi uraian filsafat Buddha-dharma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang seperti ilmu jiwa, sastra, logika, etika, dan metafisika. Kitab ini terdiri dari 7 buah buku, yaitu: Dhammasangani, Vibhanga, Dathukatha, Puggalapannatti, Kathavatthu, Yamaka, dan Patthana. Berbeda dengan kitab Sutra Pitaka dan VinayaPitaka yang menggunakan bahasa naratif, sederhana dan mudah dimengerti umum, gaya bahasa kitab AbbidharmaPitaka bersifat sangat teknis dan analitis[15]








Respoonding Paper 4
Keyakinan Terhadap Nibbana

Penegrtian Nibbana
Nibana adalah sebutan dari bahasa pali dan Nirvana adalah bahasa sansekerta. Kata Nibbana berasal darikata nirvana, yang terbagi atas dua kata yaitu: Nir artinya Padam” dan Vana artinya “meniup”. Jadi kata Nibbana artinya meniup padam, yang tidak lain meniup padam sifat Tanha atau Tanhakkhaya atau Asavakkhaya.[16]
Nibbana adalah tujuan akhir umat Budha. Bnayak buku yang menyajikan uraian tantang Nibbana telah ditulis sejak zaman dahulu hingga kini. Nibbana bukanlah sesuatu yang harus dituliskan atau dijelaskan kan tetapi dialami. Nibbana adalah suatu “keadaan” seperti yang di ajarkan oleh sang Budha, Nibbana adalh suatu keadaan yang pasti setelah rasa keinginan lenyap. Nibbana dalah ppadamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu, dan kekotoran-kotoran batin. Nibbana adalah kasunyataan abadi, tidak dilahirkan, tidak termusnahkan ada dan tidak berubah. Nibban dikatakan pula Ashankata Dhamma(keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Nibbana dapat dialami jika dukha telah disadari, menyadari dukha berarti menyadari asal mula dukha, lenyapnya dukha dan jalan untuk melenyapkan dukha.[17]
Nibbana dibagi atas dua bagian:
1.      Nibbana yang masih mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini atau dalam bahasa pali disebut SA UPADISESA NIBBANA dalah padamnya kilesa (kekotoran batin) secara total, tetapi panchakandha masih ada.
2.      Nibbana yang tidak mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang dicapai setelah meninggal dunia atau dalam bahsa pai disebut AN UPADISESA NIBBANA.[18]
Mereka yang mencapai Nibbana tidak lagi menaruh perhatian terahdap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelahnya umurnya usai. Mereka tidak lagi menimbun kamma baru, meliankan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya. Sang budha pernah ditanya apakah seorang Budha, sesudah mencapai Parinibbana, ada atau tidak ada. Sang Budha diam tidak menjawab. Alasannya ialah bahwa hal itu tidak bermanfaat bagi pembebasan manusia dari dukha. Pertanyaan timbul akibat orang mempunyai kesalahfahaman tentang dualistis antara ada dan tidak ada. Selama paham “aku” masih melekat, mustahil Nibbana dapat dicapai.[19]
Jalan Menuju Nibbana
Ada delapan ruas jalan utama atau jalan tengah menuju Nibbana dibagi menjadi 3 yakni:
1.      Sila = tata hidup yang susila an beradab.
2.      Samadhi = pembinaan disiplin menthal.
3.      Panna = kebijaksanaan luhur.
Orang yang telah mencapai Nibbana dapat disebut orang yang sempurna seperti asng Budha Gotama. Orang yang telah mencapai Nibbana pula bebas dari lahir, derita, umur-Tua dan mati; loba dan moha.[20]









Respoonding Paper 5
Meditasi Dalam Buddhisme

A.    Pengertian Meditasi
Meditasi adalah pendekatan psikologis untuk pengembangan, pelatihan , dan pemurnian pikiran. Meditasi merupakan jalan yang lembut untuk menundukkan kekotoran yang mencemari batin.[21] Dalam bahasa Pali atau Sansekerta, meditasi disebut sebagai Samadhi. Dalam percakapan antara Bhikkhu Dahammadinna dan Upasika Visakha (Majjhima Nikaya I.301) Samadhi diartikan sebagai ‘keadaan batin dan cara melihat batin’. Visakha bertanya : “Apa itu Samadhi?” Bhikkhu menjawab: “ Samadhi adalah cittassa ekaggata (pikiran terpusat)”. Setiap orang yang melaksanakan bhavana memerlukan objek. Objek meditasi merupakan alat Bantu yang mengarahkan pikiran seseorang agar cepat terpusat, sehingga demikian kemajuan batin agar dapat berproses dengan baik. Objek meditasi yang digunakan oleh seseorang harus sesuai dengan wataknya (carita) agar ia mudah memusatkan pikiran. Apabila objek meditasi tidak sesuai dengan carita, maka pemusatan pikiran sangat sulit atau lambat sekali untuk dapat tercapai. Hal ini bagaikan orang yang mengambil jurusan bahasa namun belajar matematika.
·         Cara Meditasi
1.        Waktu meditasi yang tepat adalah  bila jasmani kita segar, semua pekerjaan telah selesai, gangguan fisik dan batin  tidak ada.
2.        Meditasi dapat dilaksanakan pada pagi hari (pkl. 04.00 – 07.00) dan malam hari (pkl. 17.00 - 22.00).
3.        Jadi  waktu dalam berlatih meditasi sebaiknya dilakukan setiap hari dalam waktu yang sama secara teratur dan terus menerus (continue).
 Tingkat Meditasi
1.        Tingkat Samadhi, terdiri dari:
a.    Meditasi Permulaan (Parikamma Samadhi)
b.    Meditasi mendekati Pencapaian (Upacara Samadhi)
c.    Meditasi Tercapai (Appana Samadhi)
Keterangan :
a.    Ketika pikiran mulai dipusatkan pada sebuah obyek yang dipilih sesuai dengan carita, maka meditasi permulaan ini disebut Parikamma Samadhi.
b.    Jika pikiran untuk sementara telah bebas dari kekacauan,atau pikiran tidak tergoyahkan, hal ini disebut Upacara Samadhi.
c.    Apabila keadaan ini dapat dipertahankan terus, walaupun dengan perlahan tapi pasti  hingga pemusatan pikiran benar-benar tidak tergoyahkan, maka hal ini disebut Appana Samadhi. Pencapaian Appana Samadhi berarti Rupa Jhana I telah tercapai.[22]

B.     Macam-Macam Meditasi
Ada dua jenis meditasi yaitu meditasi ketenangan (samathā) dan pandangan terang (vipassanā).[23]
1.      Meditasi untuk mencapai ketenangan
Bermeditasi pada sepuluh alat bantu (kasina) hanya menimbulkan ketenangan, bukan pandangan terang. Bermeditasi pada sepuluh hal yang menjijikkan (misalnya, mayat yang membengkak) hanya menimbulkan ketenangan, bukan pandangan terang. Sepuluh perenungan, seperti perenungan terhadap Sang Buddha atau Dhamma, juga hanya menimbulkan ketenangan, bukan pandangan terang. Bermeditasi pada tiga puluh dua bagian tubuh seperti rambut, kuku, gigi, dan kulit, juga tidak dapat menimbulkan pandangan terang. Hal ini hanya dapat mengembangkan konsentrasi.[24]
2.      Meditasi untuk mencapai pandangan terang (Vipassana)
Memungkinkan seorang calon mencapai kesucian untuk menghancurkan semua kekotoran yang ditenangkan oleh Samadhi. Pada mulanya ia mengembangkan pandangan yang bersih (ditthivisuddhi) dan melihat atas segala sesuatu sebagai mereka seadanya. Dengan pikiran terpusat ia menganalisa dan menguji apa yang ia sebut makhluk. Pengujian in8i menunjukkan apa yang ia sebut dengan aku., hanyalah perpaduan kompleks dari batin dan jasmani yang selalu dalam keadaan mengalir.[25]
Ketika anda bermeditasi terhadap empat unsur (dhatu) di dalam tubuh anda, hal ini dinamakan analisa terhadap empat unsur. Walaupun hal ini mengembangkan konsentrasi, ini juga membantu mengembangkan pandangan terang. Keseluruhan empat puluh obyek meditasi ini digunakan untuk mengembangkan konsentrasi. Hanya pernafasan (anapanassati) dan analisa terhadap empat unsur (dhatu) yang digunakan untuk mengembangkan pandangan terang. Obyek-obyek yang lain tidak akan menimbulkan pandangan terang untuk mendapatkan pandangan terang, anda harus berusaha lebih jauh.[26]







Respoonding Paper 6
Ajaran Tentang Sangha

A,  Tingkat kesucian, kedudukan sangha
Tingkat Kesucian
Ø  Sotapanna: Orang suci tingkat pertama, yang telah membasmi tiga belenggu. Akan lahr sebanyak tujuh kali lagi.  Ada tiga:
·         Sattakhatta parama Sotapanna : Sotapanna paling banyak tujuh kali lagi lahir di alam yang menyenangkan. Dalam kehidupan yang lampau melaksanakan Paramita kurang tekun, maka apabila menjadi Sotapanna seperti ini.
·         Kolankola Sotapanna : sotapanna yang kan dilahirkan dua sampai enam kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan Parinibbana. Dalam kehidupan yang lampau melaksanakan Paramita setengah tekun, apabila menjadi Sotapanna seperti ini.
·         Ekabiji Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan paling banyak hanya satu kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan Parinibbana. Dalam kehidupan yang lampau melaksanakan paramita dengan tekun sekali, apabila menjadi sotapanna seperti ini.
1.      Sakadagami : orang suci tingkat kedua yang telah membasmi tiiga belengg ditambah dua belenggu. Akan lahir sebanyak satu kali lagi. Disebut Ariya Puggala berarti orang suci atau  orang kudus. Ada lima:
·         Idha patva idha parinibayi: mencapai sakadagami-phala di Alam manusia, dan mencapai Arahatta-phala d Alam Dewa, jugadalam kehidupan yang sama.
·         Tattha patva tattha parinibayi: mencapai Sakadagaim Phala di Alam Dewa, dan mencapai Arahatta Phala di Alam Dewa, juga dalam kehidupan yang sama.
·         Idha patva tattha parinibayi: mencapai sakadagami Phala di Alam manusia, setelah itu meninggal dunia dulahirkan di Alam Dewa, dan mencapai Arahatta Phala di Alam Dewa.
·         Tattha patva idha parinibayi: mencapai sakadagami Phala di Alam Dewa, setelah meninggal di Alam Dewa dilahirkan di Alam manusia , dan mencapai Arahatta Phala di Alam manusia.
·         Idha patva tattha nibbattitva iddha parinibbayi: mencapai Sakadagami Phala di Alam Manusia, setelah itu meninggal dunia dan dilahirkan di Alam Dewa. Setelah itu meninggal dunia dan dilahirkan di alam Dewa dilahirkan kembali di Alam manusia, dan mencapai Aahatta Phala di Alam manusia.
2.      Anagami : orang suci tingkat ketiga, yang telah membasmi tiga kali belenggu dan dua belenggu. Tidak lahir di Alam napsu yang menyenangkan, tapi menitis di Alam Suddhavassa dan mencapai Arahata serta Parinibbana di alam ini. Ada lima:
·         Antaraparinibbayi: anagami yyang mencapai Arahat dan Parinibbana dalam usia yang belum mencapai setengah  usia.
·         Upahaccaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana dalam usia yang hampir mencapai batas usia.
·         Asangkharaparinibbayi: anagami yang mencapai Arahat dan Pparinibbana dengan usaha keras.
·         Uddhangsoto akanitthagami: anagami yang mencapai Arahat dan Parinibbana di Alam Brahma yang luhur atasAkanitthi Bhumi.
3.      Arahat : prang suci tingkat keempat. Telah membasmi lima belenggu ditambah lima belenggu. Ini terbebas dari kelahiran dan kematian di alam manapun juga. Ada empat:
·         Sukkhavipassako: Arahat yang tidak mempunyai Jhana. Hanya melaksanakan Vipassana Bhavana saja.
·         Tevijjo: Arahat yang mempunyai Vijja (pengetahuan)[27]
·         Chalabinno: Arahat yang mempunyai enam macam tenaga bathin.[28]
·         Patisambhida: Arahat yang memiliki pengertian sempurna.[29]
Kedudukan Sangha
Ada dua jenis:
  1. Sammuti Sangha = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian.
  2. Ariya Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian. [30]
B,  Cara Menjadi Bikkhu
Bikkhu adalah orang yang ditahbiskan dalam keyakinan Budha monastik.  Monastisisme merupakan bagian dari sistem "janji pembebasan individu". sumpah ini diambil oleh para biarawan dan biarawati dari sangha biasa, dalam rangka untuk mengembangkan disiplin etika pribadi. Sumpah pembebasan individu diambil dalam empat langkah. Orang awam dapat mengambil lima upāsaka sumpah. Langkah selanjutnya adalah memasukkan pabbajja atau cara hidup monastik, yang meliputi mengenakan jubah biarawan atau biarawati. Setelah itu, seseorang dapat menjadi samanera, Atau biarawan / biarawati pemula. Langkah terakhir adalah untuk mengambil semua kaul seorang bhikkhu / bhukkhuni. Biarawan dan biarawati mengucap sumpah mereka untuk seumur hidup. Seorang rahib dapat memberikan bhikkhu sumpah kembali dan kembali ke rumah tinggal, dan mengambil sumpah lagi nanti. Dia dapat membawa mereka sampai tiga kali atau tujuh kali dalam satu kehidupan;. Setelah itu sangha tidak boleh menerimanya. dengan cara ini, Buddhisme menjaga sumpah "bersih". Hal ini dimungkinkan untuk menjaga mereka atau meninggalkan gaya hidup ini, tetapi dianggap sangat negatif untuk memecahkan sumpah ini.[31]
C,  Kelompok Budha Awam
Dari sudut pandangan kelembagaan, masyarakat Buddhis terdiri atas dua kelompok (parisa), yaitu :[32]
  1. Kelompok masyarakat keviharaan (bhikkhu-bhikkhuni parisa). Sudah dijelaskan diatas.
  2. Kelompok masyarakat awam (upasaka-upasika parisa). Kelompok masyarakat awam meliputi semua umat Buddha yang tidak termasuk dalam kelompok masyarakat keviharaan. Mereka menempuh hidup berumah tangga. Kelompok ini terdiri atas upasaka (pria) dan upasika (wanita) yaitu mereka yang telah menyatakan diri untuk berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha serta melaksanakan prinsip-prinsip moralitas (sila) bagi umat awam.








Respoonding Paper 7
Buddhisme di India dan Buddhisme di Cina dan Aliranya

A.    Agama Budha di India

Sejarah perkembangan agama Budha di India setelah Budha Gautama wafat dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu(a). Masa Perkembangan Awal hingga pasamuan Agung kedua, (b).Masa kekuasaan Raja Ashoka,dan (c).Masa kemunduran Agama Budha di India, Secara singkat masing-masing periode tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
Ø  Masa Perkembangan Awal
Beberapa minggu setelah Buddha meninggal dunia segera terjadi perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para pengikutnya, terutama karena dia tidak [33]meninggalkan ajaran yang tertulis dan tidak menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Sekelompok Bhikkhu berusaha merubah aturan yang telah di tetapkannya karena terasa berat dilaksanakannya dan dipertahankan, sementara lainnya berusaha untuk memelihara kemurnian ajarannya. Kelompok terakhir ini kemudian memutuskan untuk mengadakan pasamuan guna untuk membahas masalah-masalah berkembang waktu itu, terutama yang menyangkut ajaran-ajaran (dharma) .
Ø  Masa Kekuasaan Raja Asoka
Asoka Adalah Seorang raja dan panglima perang yang hampir meluaskan kekuasaan hampir keseluruh India. Tetapi setelah memeluk agama Buddha, ia menyesali perbuatan-perbuatannya itu, dan kegiatannya kemudian diarahkan untuk menyebarkan dan mengembangkan agama yang dipeluknya, disamping usaha-usaha lain untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam masa pemerintahannya, agama Buddha berkembang menjadi agama yang berpengaruh  diseluruh India dan mempunyai peranan dalam berbagai bidang kehidupan ,baik sosial,kebudayaan,ekonomi maupun politik.
Terjadi pula pergeseran ajaran-ajaran pokok,seperti anitya,anatma Hasta Arya Marga. Dua yang pertama menjadi ajaran tentang  sunyata, atau kekosongan, yaitu bahwa segala sesuatu di alam semesta ini pada hakikatnya adalah kekosongan. Ajaran Dukkha tergeser ke belakangan dan berubah menjadi ajaran tentang kebahagiaan dan kenikmatan di alam surga. Ajaran untuk berusaha sendiri seperti yang terlihat dalam HastaArya Marga berkembang menjadi ajaran yang memuja dan memohon kepada Sang Budha.[34]
Akibat dari perkembangan-perkembangan di atas agama Budha berubah ke bawah,ia menjadi agama yang mengutamakan pemujaan disesuaikan dengan alam pikiran keagamaan kebanyakan orang India waktu itu, sehingga menjadi berkembang dan meluas dikalangan rakyat kecil tetapi dangkal segala-galanya dan keatas,agama budha mendorong tumbuhnya pemikiran yang tinggi dalam bidang metafisika dan filsafat.
Perkembangan Budha Mahayana yang pesat tidak terlepas dari peranan tokoh-tokohnya, seperti Asvagosha, Cantideva, Nagarjuna, Aryasangha dan arya dewa. Tiga yang tersebut akhir dipandang sebagai”tiga matahari Mahayana” terutama karena jasa mereka menyebarkan ajaran Mahayana keberbagai daerah di Asia.Kitab-kitab yang ditulis tokoh-tokoh tersebut kemudian dipandang sebagai kitab suci dalam aliran Budha Mahayana .Diantaranya adlah madyamika,karya nagaryuna, yang berisi ajaran mistik dan metafisika menurut  faham Mahayana seperti terdapat dalam rumusan “delapan tiada”,yaitu; tiada pembentukan, tiada penghancuran, tiada pelenyapan, tiada kekekalan,tiada kesatuan dan keanekaragaman,tiada yang datang dan pergi.
Aliran Agama Budha Mahayana memegangi ajaran-ajaran pokok agama Budha sebagaimana umumnya dipegangi pula oleh aliran lainny. Hanya saja, Mahayana Mengembangkannya melalui pandangan filsafat yang secara metodologis berbeda dengan aliran Theravada.
Ø  Kemunduran Agama Budha di India
 Setelah mengalami perkembangan yang mengesankan di India selama lebih kurang lima abad, Akhirnya agama Budha mengalami kemunduran, baik dari segi kualitas maupun kwantitasnya. Pada abad ketujuh Masehi, kemerosotan tersebut semakin meluas di India, antara lain disebabkan oleh serangan bangsa Hun Putih dari utara yang banyak menghancurkan pusat-pusat peribadatan agama Budha. Usaha untuk mengatasi kemunduran tersebut juga ada, seperti yang dilakukan oleh kaisar Harsya(606-647M), namun kemunduran itu agaknya sudah tidak dapat dicegah lagi.
Dari laporan perantau china seperi fa hsien (399-414M) Hsuan chuang dan i’tshing, dapt diketahui bahwa jumlah wihara di india semakin berkurang dan pengalaman serta penyebaran agama Budha semakin kendor.Agama Budha semakin lama semakin bersifat India lama dengan semakin banyaknya unsur asli India yang masuk kedalam  agama tersebut. Di samping itu, muncul kembali persaingan dengan agama Brahmana yang dimulai bangkit,setelah sempat terdesak oleh agama Budha untuk jangka waktu yang cukup lama. Akan tetapi, yang paling terparah dari semua itu adalah rusaknya kebatinan ajaran agama Budha dan perkembangan Islam yang mulai menyebarkan ajarannya ke timur sejak abad ke delapan Masahi.
Akibat dari hal-hal di atas, aliran Theravada dan Mahayana lambat laun tersingkir dari tanah kelahirannya sendiri terutama karena peranan sangha yang cukup besar dalam penyebaran agama Budha selama ini menjadi jauh berkurang sejak abad ketujuh Masehi tersebut. Kemunduran peranan sangha ini antara lain disebabkan banyaknya unsur non-buddhis yang masuk ke dalam. Agama Budha, sehingga menyebabkan merosotnya penghargaan rakyat terhadap sangha dan mengakibatkan berkurangnya dana yang diterimanya.

B.     Buddhisme di Cina dan Alirannya
Tidak di ketahui secara pasti kapan agama Budha masuk ke cina, namun pendapat yang umumnya diterima ialah pada permulaan dinasti Han, ketika kaisar Ming Ti (58-76 M) mengirimkan utusan ke India untuk meniliti agama Buddha. Perkembangan awal agama tersebut di Cina yang telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan karena mendapat perlawanan dan tantangan dari kepercayaan dan filsafat asli cina yang telah berkembang sebelumnya, seperti yang di ajarkan oleh konfusius, di samping ajaran dan filsafat Buddha dianggap terlalu kaku dan metafisis sehingga dirasakan sangant bertentangan dengan alam pikiran cina yang praktis dan materialistik. Perkembangan yang cukup pesat mulai terjadi setelah abad kedua masehi, yang antara lain karena jatuhnya dinasta Han yang diikuti dengan merosotnya Konfusiasme dan Taoisme sehingga mengakibatkan Cina menghadapi kegelisahan budaya.
 Tradisi dan struktur yang lemah, sementara alternatif  baru belum muncu. Dalam situasi budaya seperti itulah, Buddha Mahayana muncul dan dipandang mampu memenuhi kebutuhan yang ada dengan menawarkan suatu bentuk upacara keagamaan yang berbeda dari tradisi-tradisi yang sudah ada sebelumnya di satu pihak, dan di lain pihak kepercayaan dan tradisi asli tadi memberikan sumbangan dalam membentuk kualitas agama Buddha yang merakyat di Cina.[35]
            Namun sejauh itu agama Buddha tetap mampu mengakomodasikan dirinya dengan kepercayaan tersebut sehingga memperoleh tempat sejajar dengan konfusianisme dan taoisme. Bahkan, ketiga-tiganya membentuk landasan filsafat dan agama di Cina yang dikenal sebagai Sam Kauw, atau Tri Dharma, yang berarti tiga ajaran.[36]


·         Aliran Dhyana      
Dengan kesempurnaan ini, kita memasuki alam dari tapabrata dan psychologi phonomena yang abnormal, Mahayan sekarang memulai menjadi tak dapat dipahami. Dhyana, berasala dari dhya, adalah salah satu istilah yang tidak dapat diterjemahkan sebagai meditasi,’ kegembiraan yang luar biasa,’ perenungan, rasa gembira, dan seterusnya.
·         Aliran cen yen
I-tsing pada abad ke-7 tiba di Nalanda, beliau berusaha untuk memahammi aliran Tantra Mahayana ini. Kemudian pusat aliran Tantra Mahayan ini pindah ke India Timur sebagai pusatnya yakni di Universitas Vikramasiladari sekte Vajrayana, dari sana dibawa oleh Padmasambhava ke tibet yang kemudian berhubungan langsung dengan Lamaisma Tibet. Vajrayana merupakan fase perkembangan terakhir dari mahayana, sekte sebelumnya adalah Mantrayana. Sekte yogacara tinbul pada abad ke-4 yang menitikberatkan meditasi dan disiplin, mantrayana kemudian mengembangkan lebih lanjut dari yogacaradengan menggunakan mantra dan doa-doa, penggabungan simbolmistik dan gaib. Tabtra Buddhist mendapat pengaruh dari Brahmanisme yang banyak upacara dan ungkapan gaib di dalam petunjuk dari Atharva-veda
·         Aliran Vijnanvada
            Perluasan dari ide yogacara dalam agama Buddha permulaan termasuk dihayati oleh aliran Sautrantika yamng mengajarkan Panca Skandha yaitu vijnana sendiri adalah telah ada dari tumimbal lahir. Yogacara mengembangkan doktrin mengenai alaya-vijnana atau gudang kesadaran hal di maksudkan kesadaran murni.




Respoonding Paper 8
Buddhisme di Korea, Thailand, Jepang dan Aliran-alirannya

Negeri Korea mulai mengenal agama Buddha pada awal abad  ke-4 Masehi. Pada saat itu, Korea terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu Koguryu (di Utara),  Pakche  (di Barat Daya),  Silla (di Selatan)
Agama Buddha masuk di awal India lalu Cina, Korea ke Jepang diperkirakan 853 atau 552 M. Ketika sebuah kerajaan kecil di Korea mengirimkan sebuah delegasi kepada Kaisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di samping membawa berbagai hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama Buddha. Suku Soga menerima agama ini, tetapi suku-suku lainnya menolak karena dianggap menghina kepercayaan dan terutama para dewa mereka[37].
Aliran Amida atau Tanah Suci, mengemukakan suatu ajaran keselamatan dalam istilah-istilah yang sederhana, yaitu dengan percaya kepada Buddha secara mutlak dan dengan menyebut Amida orang akan memperoleh keselamatan. Aliran ini mendapat banyak pengikut di kalangan petani dan menjadi semacam agama messianis pada saat terjadi kemelut sosial. Objek pemujaannya adalah patung Amida Buddha, dilengkapi dengan patung bodhisatva Kwan On yang melambangkan kemurahan dan patung Daiseishi sebagai lambang kebijaksanaan.
Aliran Nichiren Soshu didirikan oleh Nichiren. Ajarannya bertujuan mengembalikan agama Buddha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikannya dasar bagi perbaikan masyarakat Jepang, dan menolak ritualisme dan sentimentalisme aliran Tanah Suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis tetapi eksklusif.[38]
Aliran Zen dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan meninggalkan negaranya menuju ke Tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di Tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang. Zen diklaim sebagai Transmisi Jiwa Ajaran Buddha yaitu transmisi yang paling penting dan merupakan jenis transmisi yang dimaksudkan adalah “transmisi khusus diluar kitab suci” pada syair. Meskipun hanya kitab suci yang disebutkan dalam syair tersebut, transmisi dimaksud mesti dimengerti berada diluar transmisi ordinasi dan doktriner juga. Menurut tradisi buddhis sang Buddha pernah suatu waktu duduk dikelilingi sekumpulan besar siswa-siswa-Nya. ditengah keheningan Sang Bhagava hanya mengangkat sekuntum bunga berwarna emas… Hanya Mahakasyapaa, satu diantara siswa-siswa tertua yang termahsyur karena kesederhanaanya mengerti makna perbuatan Sang Buddha, dan ia tersenyum. Sang Buddha kemudian bersabda, “Aku yang memiliki Mata dari Dharma yang luar biasa, yakni Nirvana, Kesadaran, misteri realita dan non-realita, serta pintu gerbang kebenaran transenden. Aku sekarang menyerahkannya kepada Mahakasyapa.” Inilah yang dimaksud dengan transmisi. Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah menjadi siswa langsung Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya di dunia.Ananda meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya dan seterusnya. Dari mahakasyapa di abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma di abad ke-6 M, transmisi ini dilanjutkan dalam satu garis guru-guru spiritual, sebagian kurang dikenal dan sebagian lagi merupakan nama-nama paling top dalam sejarah agama Buddha di India

Respoonding Paper 9
Aliran Hinayana dan Mahayana, serta Ritual dan Prakteknya

A.    Aliran Hanayana
Sebelum muncul aliran Mahayana dan Hinayana, agama Buddha terpecah menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika.  yang mana masing-masing meliputi berbagai aliran yang berdekatan. Pecahnya aliran ini di karenakan adanya perbedaan faham dan tafsiran antara kedua golongan tersebut, Mahayana merupakan Aliran Buddha yang memperkenalkan unsur mistik dan kemungkinan semua orang dapat menikmati nirvana yang utuh dan para Penganut aliran Mahayana mengembangkan sebuah anggapan bahwa ajaran mereka lebih meluas, superior dan memiliki doktrin yang lebih tinggi dari pada Hinayan. Doktrin terbaru menempatkan Buddha sebagai pusat dan pencipta ajaran Buddha dengan pemahaman yang lebih meluas terhadap Buddha, Seorang raja yang yang terkenal sebagai pelindung Buddha adalah Kaniska( abad peretengahan tarikh masehi) dari Agama Buddha terpecah menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika keluarga Kusana suku bangsa caka yang memerintah di daerah Punjab. Dibawah pimpinannya telah dilangsungkanya Muktamar di Jalandara, tetapi yang berkumpul hanyalah mereka dari golongan Mahasangghika, Perbedaan antara golongan golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika yang sudah sedemikian lebar, sehingga masing-masing telah menempuh jalan sendiri dan mengalami perkembangan sendiri pula.Dalam abad ke-2 Masehi tampillah Nagarjuna yang berhasil membulatkan aliran-aliran Mahasangghika, sehingga kini menjadi bentuk baru yang memakai nama Mahayana sebagai lawan yang tegas dari golongan Sthawirawada yang mereka sebut Hinayana.

 Mahayana terdiri dari dua kata yakni maha (besar) dan yana (kendaraan), jadi secara etimologis berarti kendaraan besar. Ide maha merujuk pada tujuan religius seorang buddhis yaitu menjadi Bodhisatva Samasamboddhi (Buddha sempurna). Mahayana (berasal dari bahasa Sansekerta: , mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India. Bagi pengikut Mahayana  diyakini, bahwa setiap umat Budha hanya dapat mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang telah mendahului mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana tersebut
B.     Aliran Hinayana
kata Hinayana. Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti dari kata tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hinayana di gunakan dalam kitab pali dan di dalam bahasa sansekerta
Kata hiinayaana berasal dari 2 kata, yaitu ”hiina” dan ”yana”. Kata ”yana” berarti kendaraan, tidak ada yang berselisih paham mengenai kata ini. Sedangkan beberapa orang mengatakan kata ”hiina” adalah lawan dari kata ”maha”. Padahal bila kita menengok bahasa Sanskerta maupun bahasa Pali, lawan kata dari kata ”maha” yang berarti besar bukanlah ”hiina” tetapi kata ”cuula” yang berarti ”kecil”. Lalu apakah arti kata ”hiina”? Kata ”hiina” sendiri berarti rendah, buruk, amoral. Hal ini dapat dibuktikan dengan kata ”hina” dalam kosakata Indonesia yang sedikit banyak di pengaruhi bahasa-bahasa sansekerta dan Selain itu, di dalam kitab Pali, dimana setiap Buddhis tentu tahu kotbah pertama Sang Buddha yaitu Dhammacakkappavattana Sutta, sebuah kotbah yang disampaikan kepada lima petapa yang menjadi lima bhikkhu pertama, di dalamnya terdapat kata ”hiina”. Sang Buddha bersabda: ”Dua pinggiran yang ekstrim, O para bhikkhu, yang harus dihindari oleh seseorang bhikkhu (yang meninggalkan keduniawian). Pinggiran ekstrim pertama ialah mengumbar napsu-napsu, kemewahan, hal yang rendah (hiina), kasar, vulgar, tidak mulia, berbahaya...”
Mengingat bahwa sutta memiliki gaya yang sering mengunakan kata-kata yang bersinonim, sehingga saling menguatkan dan menjelaskan  satu sama yang lain, maka dalam hal ini dapat dilihat bahwa, kasar, vulgar, tidak mulia, berbahaya adalah sebagai definisi pelengkap dari kata ”hiina”.Di sini Sang Buddha menunjukkan dengan jelas bahwa jalan yang harus dihindari untuk dilatih merupakan sesuatu yang hiina.Dalam teks Pali dan komentar lainnya, hiina sering digunakan dalam kombinasi kata hiina-majjhima-pa.niita, yaitu : buruk – menengah – baik. Dalam konteks hiina- majjhima-pa.niita (atau kadang hanya hiina- pa.niita), kata ”hiina” selalu digunakan sebagai suatu istilah untuk kualitas yang dihindari seperti kebencian,
Banyak hal-hal yang terjadi pada masa itu di India Pusat. Di antaranya adanya beberapa kelompok bhikkhu yang menjalankan Buddha Dhamma secara ekstrim dengan hanya mementingkan intelektual semata dan lupa dengan hal yang utama yaitu praktek dan pengamalan. Kemudian kelompok lain yang memegang prinsip pengamalan mulai melakukan kritik dan menerapkan konsep bodhisatta, namun mereka pun menjadi ekstrim sehingga menciptakan figur-figur bodhisatta.

Akhirnya antara abad ke-1 SM sampai abad ke-1 M, muncullah Saddharma Pundarika Sutra dengan istilah Hinayana dan Mahayana. Dan sekitar abad ke-2 M, aliran Mahayana menjadi nyata dan utuh setelah Nagajurna mengembangkan filsafat Sunyata dalam teks kecil yaitu Madhyamika-karika. Abad ke- 4 M , Asanga dan Vasubandhu menulis banyak karya mengenai Mahayana
.Dari sejarah yang telah di sampaikan di atas, tidak ada aliran yang bernama Hinayana pada 18 aliran Buddhsime terdahulu. Lalu siapa yang dimaksud dengan Hinayana dalam Sutra Teratai ? Apakah Theravada ? Tidak, ketika Mahayana muncul dengan Sutra Teratainya, Theravada yang dulunya bernama Sthaviravada telah ”hijrah” atau ”beremigrasi” ke Sri Lanka dan ketika perdebatan Mahayana-Hinayana terjadi, sukar untuk menghitung aliran mana yang mendominasi di India Pusat. Aliran tua yang sangat berpengaruhi saat itu adalah Sarvastivada, jadi mungkin saja aliran ini, tapi sukar dikatakan jika hanya aliran ini saja yang merupakan target satu-satunya dari ejekan ”Hinayana”.


Respoonding Papaer 10
Sejarah Buddhisme Zen dan Aliran-alirannya

A.          Sejarah Buddhisme Zen
           Sejarah Sekte Ch’an atau Budhism Zen Dyana (bahasa Sansakerta) atau Meditasi, telah dijelaskan secara sekilas pada Bab XVII “Perkembangan Mahayana di India”.[39]
Sekte Chan atau Dyana, yang didirikan oleh Boddhidarma, asal India tetapi menetap di Cina antara 527-536 M. Boddhidharma dikenal sangkat radikal terhadap kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Buddha, dan bermaksud untuk kembali pada semangat ajaran Buddha yang asli sehingga aliran yang didirikannya sangat mengutamakan pada perenungan (kontemplasi) dan tidak banyak member tekanan pada teks-teks suci. Aliran ini sangat berkembang pesat di Cina terutama pada masa Hui Neng (838-713 M.) karena mengaku pendapatkan ajarannya dari Sakyamuni. Dalam berkembanganya kemudian, aliran ini masuk dan berkembang di Jepang menjadi aliran Zen dan berpengaruh dalam kehidupan keagamaan di Cina maupun Jepang sampai hari ini.[40]     
Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana.Kata Zen berasal dari bahasa Jepang. Sedangkan bahasa Sansekerta nya, Dhyana. Di Cina dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan.
            Aliran Zen dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan meninggalkan negaranya menuju ke Tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di Tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang. Zen diklaim sebagai Transmisi Jiwa Ajaran Buddha yaitu transmisi yang paling penting dan merupakan jenis transmisi yang dimaksudkan adalah “transmisi khusus diluar kitab suci” pada syair. Meskipun hanya kitab suci yang disebutkan dalam syair tersebut, transmisi dimaksud mesti dimengerti berada diluar transmisi ordinasi dan doktriner juga. Menurut tradisi buddhis sang Buddha pernah suatu waktu duduk dikelilingi sekumpulan besar siswa-siswa-Nya. Beratus-ratus Bodhisattva dan Arahat, Bikshu-biksuni, serta Upasaka-upasika hadir bersama-sama dengan berbagai kelompok makhluk-makhluk surgawi. Semuanya diam, menunggu Sang Buddha bersabda. Tapi pada kesempatan ini, bukannya mengeluarkan kata-kata, ditengah keheningan Sang Bhagava hanya mengangkat sekuntum bunga berwarna emas… Hanya Mahakasyapaa, satu diantara siswa-siswa tertua yang termahsyur karena kesederhanaanya mengerti makna perbuatan Sang Buddha, dan ia tersenyum. Sang Buddha kemudian bersabda, “Aku yang memiliki Mata dari Dharma yang luar biasa, yakni Nirvana, Kesadaran, misteri realita dan non-realita, serta pintu gerbang kebenaran transenden. Aku sekarang menyerahkannya kepada Mahakasyapa.” Inilah yang dimaksud dengan transmisi. Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah menjadi siswa langsung Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya di dunia.Ananda meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya dan seterusnya. Dari mahakasyapa di abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma di abad ke-6 M, transmisi ini dilanjutkan dalam satu garis guru-guru spiritual, sebagian kurang dikenal dan sebagian lagi merupakan nama-nama paling top dalam sejarah agama Buddha di India. [41]

B. Ajaran-ajaran Buddhisme Zen
            Segala ajaran di dalam aliran Chan itu lebih mengutamakan saluran “ingatan kepada ingatan” (mind to mind). Aliran Chan itu memperpegangi kisah, betapa Buddha Gautama (563-483 sM) pada suatu kali di dalam menyampaikan ajaranya tidak mengucapkan sepatah kata apapun, tetapi Cuma memandangi mata seorang muridnya, lalu membikin gerak kecil dengan jarinya sang murid itu mendadak menerima suatu ilmu tertinggi. Jadi aliran Chan itu tidak hendak mempergunakan argumentasi-argumentasi yang rasional maupun rumusan-rumusan theology yang demikian pelik.[42]        
            Sifat kepribadian pada aliran Chan itu amat kuat hingga kurang menaruh hormat terhadap patung-patung pujaan. Dengan begitu aliran Chan itu agak bersifat iconoclastic, yakni menantang pemujaan patung-patung berhala itu, karena pujaan-pujaan lahiriah itu tidak membawa kepada tujuan tertinggi. Titik berat ajaranya lebih mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan dan khidmat yang sepenuh-penuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja secara resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan kebenaran guna mencapai kepribadian Buddha itu. Aliran Chan berpendirian bahwa kepribadian Buddha itu hidup membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan di dalam Samadhi, maka kepribadian Buddha itu dapat dilihat. Isi kepribadian Buddha itu ialah kekosongan (sunyata), yakni, kosong dari setiap ciri-ciri khusus. Alam lahir dengan seluruh ciri-ciri khusus itu cuma tipuan kayal (maya) belaka.[43]   
            Aliran Zen mendasarkan kelangsungan hidupnya pada pengalihan suatu tingkat kesadaran khusus secara langsung dari suatu dalam pikiran yang lain, ibarat nyala api yang dipindahkan dari satu lilin kepada lilin yang lain, atau ibarat air yang dipindahakan dari ember yang satu ke ember yang lain. Inilah yang disebut sebagai “pelimpahan pikiran Buddha yang satu kepada pikiran Buddha yang lain” yang merupakan “pelimpahan khusus” yang disebutkan Bodidharma sebagai inti hakikat Zen itu.
Keunggulan aliran Zen terletak pada kenyataan bahwa ia tidak membiarkan dunia ini tetap dalam keadaan yanag tidak sempurna, seperti sewaktu ditemui oleh kesadaran yag masih tertidur. Ia juga tidak mengundurkan diri dari dunia ini dengan sikap yang semakin sombong, tidak acuk dan tidak peduli.  Intisari latihan Zen terletak pada memperkenalkan hal yang abadi Kepada zaman ini dan memperluas pintu pandangan sampai ke suatu tingkat di mana kebahagiaan dan kekaguman, yang menjadi ciri dari pengaaman satori, dapat dilimpahkan kedalam peristiwa biasa dalam kehidupan sehari-hari. Siswa bertanya: “apakah maknanya kedatangan Bodidharma dari arah Barat itu?” Sang guru menjawab : “Pohon sipres berdiri dalam taman”. Keajaiban hidup yang tidak dilukiskan itu harus dialami sendiri. Fungsi satori adalah untuk membawa seseorang ke dalam pengalaman yang saling mengisi dan bergantian mengenai segala gejala, sampai mencakup obyek yang biasa dan alamiah seperti sabatang pohon di perkarangan rumah. Tugas Zen seperti itu tidak akan pernah selesai dalam kehidupan perseorangan mana pun juga. Kecuali barangkali dalam kehidupa pribadi Buddha sendiri. Namun dengan memakai petunjuk yang diambil dari buku-buku Zen secara keseluruhan kita dapat menyusun gambaran tentang bagaimana jadinya “manusia yang tidak memiliki apa-apa untuk dikerjakanya”. [44]                                 












[1] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal.8
[2] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 5
[3] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal. 9
[4] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 5-6
[5] Forum Diskusi Agama Buddha, www.wihara.com. Di unduh pada Selasa 12 Maret 2013, pukul 12.33 WIB.
[6] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal. 10
[7] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 10
[8] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung Mulia, cet. 17, 2010), hal.65
[9] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung Mulia, cet. 17, 2010), hal.65.

[10] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung Mulia, cet. 17, 2010), hal. 66
[11] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.28
[12]  Waktu kosmik adalah kalpa. Satu kalpa adalah suatu periode waktu yang sangat  lampau yaitu 4326 juta tahun.
[13] Drs. Suwarto T. “Buddha Dharma Mahayana” (Majelis Agama Buddha Indonesia-Jakarta 1995)cet 1 hal 50
[14] Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Buddha” (PT BPK Gunung Mulia-Jakarta 2010) cet 17 hal91-92
[15]Romdhon, dkk., Agama-Agama di Dunia, h. 113
[16]“ Kebahagiaan Dalam Dhamma” (majelis Budhayana Indonesia) H 134
[17] PANJIKA “Rampaian Dhamma” (PERVITUBI) H 69
[18] Kebahagiaan Dalam Dhamma” (majelis Budhayana Indonesia) H 134
[19] PANJIKA “Rampaian Dhamma” (PERVITUBI) H 80
[20] Kebahagiaan Dalam Dhamma” (majelis Budhayana Indonesia) H 136-137
[21] Dhammananda, Sri, Keyakinan Umat Buddha, Kuala Lumpur: Ehipassiko Foundation, Cet ll, 2012, h. 288-294
[22] Pak Dyon, Kumpulan Materi Agama Buddha, diakses pada 15 april 2013, dari http://pak-diyon.blogspot.com/2012/01/cara-meditasi.html
[23] Samaggi Phala.or.id, Dasar-Dasar Meditasi Vipassana, diakses pada 13 April 2013, dari http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/dasar-dasar-meditasi-vipassana/
[24] Buddhakketta, Meditasi Samatha dan Vipassana, diakses pada 19 April 2013, dari http://www.buddhakkhetta.com/User/Kat7/Sub31/Sub203/Art212/baca.php?com=1&id=212
[25] Mahatera, Narada, Sang Buddha dan Ajarannya, Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arema, jilid ll, hal. 217-218
[26] Buddhakketta, Meditasi Samatha dan Vipassana, diakses pada 19 April 2013, dari http://www.buddhakkhetta.com/User/Kat7/Sub31/Sub203/Art212/baca.php?com=1&id=212
[27] Berkemampuan mengingat penitisan lampau, melihat Alam-alam halus dan melihat muncul-lenyapnya makhluk yang menitis sesuai dengan kamma, berkemampuan memusnahkan arus-kekotoran-bathin atau asava. Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h. 40
[28] Tiga diatas ditambah, dapat membaca pikiran makhluk lain; dapat mendengar suara di Alam manusia, Dewa, Brahma; punya kekuatan Gaib. Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h. 40
[29] Terdiri dari empat; Atthapatisambhida; Dhammapatisambidha; Niruttipatisambhida; Pati bhanapatisambida. Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma, h. 40
[30] Dhamma study group bogor, daikses pada 20 april 2013, dari http://www.buddhistonline.com/dasar/tiratana2.shtml
[32] Pandit J. Kaharuddin, Kemasyarakatan Umata Buddha, diakses pada 21 April2013, dari http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_dw_40.shtml

[34] Mukti ali.Agama-agama Dunia.h,136
[35][35] Mukti ali, agama-agama dunia, bogor ;IAIN sunan kalijaga press, cetakan ke-2 h.138
[36] [36][36] Mukti ali, agama-agama dunia,bogor ;IAIN sunan kalijaga press , cetakan ke-2 h.139

[37] Ali Mukti, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta (IAIN Sunan Kalijaga Press: 1988) cet. Pertama hal. 140-142
[38] Ali Mukti, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta (IAIN Sunan Kalijaga Press: 1988) cet. Pertama hal. 142

[39] Suwarto T., Buddha Dharma Mahayana, (Palembang : Majlis Buddha Mahayana Indonesia, 1995), h. 478
[40] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN KALAIJAGA PRESS, 1988), h. 139
[41] http://budhisme10.blogspot.com/2012/05/sejarah-buddhisme-zen.html  di akses pada tgl 29-03 2013, jam 9:07
[42] Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, (Jakarta : P.T. Al Husna Zikra, 1996), h. 123
[43] Ibid. h. 123
[44] Ibid. h. 177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar